jihad menurut islam
Tentang kewajiban kaum muslimin apabila para
teroris/penyerang atau perampok menolak melaksanakan eksekusi hukuman had yang
telah dijatuhkan oleh seorang penguasa
Tekan ctrl + click salah satu iklan dibawah untuk lanjut membaca
push ctrl + click one of the banners below before continue reading
Apabila penguasa atau pembantu-pembantunya menuntut mereka untuk
melaksanakan eksekusi hukuman (had) tanpa dengan perlawanan, dan mereka tidak
mau, maka wajib bagi kaum muslimin-dengan kesepakatan para ulama’-memerangi
mereka sampai mereka semua menyerah. Dan apabila mereka tidak dapat ditundukkan
kecuali dengan perang yang dapat membinasakan mereka, maka mereka harus
diperangi, meskipun mereka semua terbunuh. Baik mereka telah membunuh atau
belum. Sedapat mungkin mereka dibunuh dengan dipenggal lehernya atau anggota
yang lain.
Diperangi juga orang yang melindungi
dan membantu para teroris/penyerang itu. Hal ini adalah satu bentuk perang, sedangkan
memerangi penyerang itu adalah bentuk penegakan had (jadi dua hal yang berbeda,
meski sama-sama dalam bentuk perang). Dan memerangi mereka adalah lebih kuat
(hukumnya)[1] dari
pada membunuh golongan dan kelompok-kelompok yang mencegah penegakan syariat
islam. Karena para teroris tersebut, membentuk kelompok-kelompok untuk membunuh
jiwa dan merampas harta, merusak pencaharian dan keturunan. Mereka tidak
bertujuan untuk menegakkan suatu agama atau mendirikan kekuasaaan. Mereka itu
seperti para penyerang yang bersembunyi dibalik benteng, gua atau dipuncak
gunung, atau lembah oase, dsb. Mereka menghadang orang yang lewat. Apabila
mereka didatangi tentara penguasa, mereka disuruh untuk mengikuti hukum kaum
muslimin dan masyarakat luas dalam menegakan hukuman had. Tentara itu
memerangi mereka dan menghalaunya seperti halnya orang-orang arab baduwi yang
sering menghadang perjalanan orang yang berhaji atau selainnya. Atau juga
seperti orang-orang gunung yang berlindung di puncak gunung atau gua untuk menghadang
jalan, atau persekutuan yang bersepakat untuk menghadang jalan antara syam
danIrak. Yang terakhir ini dinamakan pemberontak (An Nahidloh). Mereka
wajib diperangi, akan tetapi memerangi mereka tidaklah sama dengan memerangi
orang-orang kafir.[2]
Karena mereka bukan orang kafir dan tidak boleh mengambil harta mereka. Kecuali
kalau mereka juga mengambil harta orang-orang tanpa hak, karena mereka wajib menggantinya.
Maka gantinya harta mereka diambil sesuai dengan jumlah harta yang mereka ambil
dari prang-orang yang mereka rampas haknya, meskipun kita tidak tahu siapa orang
yang mengambilnya. Begitu juga ketika kita tahu orang yang mengamblnya, karena (hukumnya)
pembantu dan yang dibantu itu sama. Hanya saja, apabila diketahui pengambilnya,
maka dia wajib menggantinya.[3]
Dan harta yang telah kita ambil dari
mereka dikembalikan kepada yang punya. Apabila tidak bisa dkembalikan kepada
yang punya, maka harta itu digunakan untuk kemaslahatan atau kepentingan
orang-orang islam, seperti membantu perjuangan kelompok islam yang menjadi
korban, dsb.
Adapun tujuan memerangi mereka
adalah mengusahakan penegakan hukuman had kepada mereka dan mencegah segala
bentuk kerusakan dan kejahatan mreeka.[4] Apabila
diantara mereka ada yang terluka dan kondisiya kritis, maka tidak perlu kita tolong
sampai dia meninggal (dengan sendirinya), kecuali kalau dia wajib dibunuh. Akan
tetapi kalau dia kabur dan sudah cukup bagi kita akan kejahatannya, maka tidak
perlu kita kejar, kecuali setelah dia wajib dikenai had atau kita
khawatir dia menimbulkan kejahatan lagi. Barangsiapa yang menyembunyikan
mereka, maka baginya wajib had sebagaimana yang dikenakan bagi orang selain
dia.
Diantara ulama ada yang sangat keras,
sampai mereka berpendapat boleh menjarah harta mereka dan mengambil 1/5nya
(seperti dalam perang orang kafir). Akan tetapi mayoritas ulama’ fiqh menolak
pendapat tersebut.
Adapun, jika mereka menempati daerah
suatu kelompok yang diluar syariat islam dan mereka membantunya, maka daerah
tersebut harus kita perangi seperti memerangi mereka.[5]
jika ada orang yang tidak menghadang
di jalan, tetapi dia menarik bayaran ata
semacam pajak perseorangan, kendaraan dan barang bawaan, dari para pengguna jalan,
maka mereka dikenai sanksi seperti sanksinya orang yang menarik bea cukai
gelap.
Para ulama’ berbeda pendapat perihal
bolehnya membunuh mereka, karena mereka bukanlah pembegal jalan. Meskipun orang
seperti ini sangat pedih siksanya di hari kiamat nanti, sebagaima dalam hadis
tentang kisah wanita suku Al ghomidiyah “jikalau dia mau bertobat dengan
tobatnya seorang penarik bea gelap, maka dia akan diampuni”. (hadis
shahih, diriwayatkan oleh Muslim, no. 1695, Abu Dawud, no. 4433.).[6]
Diperbolehkan bagi orang yang
menjadi korban teroris/penyerang ini, untuk memerangi mereka –apabila diperkirakan
mampu-dengan kesepakatan kaum muslimin. Tetapi tidak wajib mengerahkan harta
bagi mereka, sedikit atau banyak. Nabi SAW bersabda : ”barang siapa yang
terbunuh karena membela hartanya, maka dia mati syahid. Barang siapa yang
terbunuh karena membela darhnya (jiwnya), maka dia mati syahid. Barang siapa
yang terbunuh karena membela agamanya, maka dia mati syahid. Barangsiapa yang
terbunuh karena ,membela kehormatannya, maka dia mati syahid”. (hadis
shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 4772, Nasa'I, no. 4094, Tirmidzi, no.
1421, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihil Jami', no. 6445).
Orang yang mendzolimi seperti diatas
itulah yang dinamakan oleh para fuqaha’ dengan nama Ash Shoil
(penyergap). Apabila mereka menuntut harta benda, boleh untuk mempertahankannya
sedapat mungkin, apabila tidak bisa dilakukan pembelaan itu kecuali hanya
dengan perang, maka perangilah. Boleh juga memenuhi tuntutan mereka dengan
menyerahkan sebagaian harta kepada mereka.
Akan tetapi kalau tuntutan mereka
berupa kehormatan, semisal ingin berhubungan badan/zina dengan wanita atau
ingin melakaukan hal keji lainnya kepada wanita, atau anak kecil atau budak
sahaya, maka wajib orang yang dituntut itu untuk membela kehormatannya
semampunya, mekipun harus dengan perang. Dan tidak boleh-dalam kondisi
apapun-mengabulkan keinginan mereka. Berbeda pada kasus kalau tuntutannya
adalah harta. Karena menyerahkan harta kepada mereka itu diperbolehkan,
sedangkan menyerahkan kehormatan kepada mereka itu tidak diperbolehkan.
Apabila tuntutan mereka membunuh
jiwa seseorang, maka yang dituntut boleh melakukan pembelaan. Dan tentang wajib
tidaknya, ulama berbeda pendapat berdasarkan dua pendapat dalam madzhabnya Imam
Ahmad dan selainnya.[7]
Kasus diatas itu, kalau dalam suatu masyarakat ada seorang pemimpin.
Terus bagaimana kalau disana terdapat fitnah-kita berlindung kepada Allah-semisal,
dua orang pemimpinnya berselisih dan keduanya berusaha saling memerangi satu
sama lainnya. Maka apabila kemudian diserbu
oleh negara lain dan pedang telah dicabut dari sarungnya (pernag telah dimulai),
bolehkah kita berperang dalam kondisi pepecahan/konflik internal itu? Atau kita
langsung menyerah dan tidak ada peperangan? Menurut madzhab Imam Ahmad ada dua
pendapat dari para ahli ilmu.
Apabila pemimpin berhasil
mengalahkan kaum penyerang itu, dan mereka merampas harta orang-orang, maka
pemimpin tadi wajib mengambil lagi harta orang-orang tadi (untuk dikembalikan),
dengan mengenakan hukum had atas penyerang itu.[8]
Begitu seorang pencuri yang menolak
mengembalikan harta curiannya setelah perkaranya jelas. Wajib baginya dikurung
dan dipukul, sampai dia mau mengembalikan atau mewakilkan kepada seseorang atau
memberitahukan tempatnya.
Sebagaimana diberikannya sanksi kepada
orang-orang yang menolak kewajiban atasnya (berupa had), maka wajib pula
melaksanakan (eksekusinya). Karena Allah SWT, itu membolehkan bagi seorang
laki-laki memukul istrinya, apabila dia membangkang dan menolak kewajibannya (nusyuz),
sampai dia mau memenuhinya. Maka penyerang-penyerang diatas tentu lebih layak
untuk dieksekusi hukumannya.[9]
Tuntutan dan sanksi diatas merupakan
hak bagi orang yang dirampas hartanya. Apabila dia ingin mengadakan perdamaian
dan menghibahkan hartanya atau mencabut sanksinya, maka diperbolehkan. Berbeda
dengan had, karena bagaimanapun juga ia harus dilakasanakan dan tidak
ada ampunan. Dan seorang pemimpin tidak boleh mengharuskan pemilik harta untuk
tidak menggunakan haknya.[10]
Apabila harta mereka sudah hilang
atau rusak baik karena sudah dimakan atau lainnya, maka dikatakan : mereka
harus menggantinya seperti menggantinya orang yang berhutang. Ini adalah
pendapatnya ImamSyafi’I dan Imam Ahamad. Dan kewajiban ini tetap ada, baik dari
kondisi kesusahannya (tidak mampu) sampai kondisi longgarnya mereka (mampu).
Ada yang mengatakan : dia wajib menggantinya pada saat dia mampu, tidak saat
dia kesulitan. Ini adalah pendapatnya Imam malik.[11]
Seorang pemimpin tidak diperbolehkan
mengambil dari harta orang-orang untuk dijadikan upah untuk menuntut mereka,
dan menegakan had serta untuk mengembalikan harta yang telah dirampas dari harta
tersebut diatas. Juga tidak untuk membiayai proses tuntutan terhadap para
pencuri. Tidak diperbolehkan juga untuk dirinya sendiri atau tentara yang
dikirimnya untuk menundukkan mereka. Akan tetapi menuntut mereka adalah bentuk
bagian dari jihad fi sabilillah. Maka tentara islam harus dikerahkan dalam
proses tersebut sebagaimana juga dikerahkannya mereka dalam beberapa peperangan
yang dinamakan al-Bikar. Para pejuang itu diberi imbalan yang berasal
dari sumbangan untuk usaha ini, apabila mereka sudah mempunyai gaji yang cukup
bagi mereka. Apabila mereka tidak mempunyai gaji yang cukup, maka mereka
diberikan upah yang sesuai dengan usaha mereka dalam perang ini yang diambilkan
dari harta umum yang digunakan untuk kemaslahatan. Karena perang ini juga
termasuk kategori fi sabilillah.
Apabila korban yang dirampas harta
bendanya itu mempunyai tanggungan zakat, seperti seorang pedagang yang dirampas
hartanya, kemudian sang penguasa mengambil zakat darinya dan menyalurkannya di
jalan Allah seperti nafkahnya tentara yang menundukan para teroris/musuh, maka
hal itu diperbolehkan.
Apabila mereka mempunyai
keberingasan yang kuat yang perlu untuk dilunakkan, kemudian pemimpin memberikan
harta yang diambilkan dari harta fai' (rampasan perang), zakat, atau dana
umum lainnya kepada sebagian pembesarnya, untuk menarik anggotanya yang lain,
atau untuk tujuan meninggalkan kejahatannya, sehingga anggota yang lain menjadi
lemah, atau alasan yang semisalnya, maka hal itu diperbolehkan. Karena mereka
termasuk golongan "orang –orang yang (perlu) dilunakkan hatinya" (muallafti
qulubuhum). Hal ini sudah dituturkan oleh lebih dari satu orang dari
imam-imam madzhab semisal Ahmad dan lainnya. Dan ini adalah keterangan yang
jelas berdasarkan Al Qur'an, As Sunnah dan prinsip-prinsip syari'at.
Pemimpin tidak diperbolehkan mengirim
pasukan yang lemah dalam melawan pelaku kejahatan. Atau mengirim orang yang
suka menarik upah dari para pedagang atau orang lain yang lewat. Akan tetapi,
hendaknya dia mengirim tentara-tentara yang kuat dan dapat dipercaya, apabila
hal tersebut dapat dilakukan. Apabila tidak mungkin dilakukan, maka boleh
mengirim tentara yang kualitasnya dibawahnya, kemudian dibawahnya.
Apabila sebagian pembantu seorang
pemimpin atau kepala daerah itu memerintahkan kepada para pelaku kejahatan
untuk merampas harta, baik kelihatan atau tidak, kemudian mereka
membagi-bagikannya dan mereka membela pelaku kejahtan ini. Baik korban
perampasan itu rela atau tidak, maka ini adalah bentuk tindakan kriminal dari
pemimpin pelaku kejahatan itu. Karena dimungkinkan untuk mengalahkan mereka
dengan tanpa melakukan pembelaan terhadap pelaku kejahatan ini.[12]
Yang wajib dikatakan dalam kasus ini
adalah hukuman bagi yang membela dan menolong mereka. Apabila para penjahat itu
dibunuh, maka pembantu pemimpin yang menolong penjahat itu juga harus dibunuh.
Hal ini berdasarkan perkataan Umar bin Khottob RA dan mayoritas ahli ilmu.
Apabila para penjahat ini merampas
harta, maka tangan dan kakinya harus dipotong. Apabila dia membunuh dan
merampas harta, maka dia harus dibunuh dan disalib. Sedangkan menurut pendapat
sebagian ahli ilmu : dia dipotong tangan dan kakinya, dibunuh kemudian disalib.
Dikatakan : boleh dipilih antara kedua bentuk hukuman ini. Meskipun sang
pemimpin tidak memberi izin kepada para tentara itu. Akan tetapi ketika dia
kuasa atas mereka, maka mereka membagi-bagi harta itu dan sang pemimpin akan menyia-siakan
hak-hak dan had-had yang telah ditentukan.[13]
Barangsiapa yang melindungi teroris,
pencuri, pembunuh atau orang-orang yang wajib dikenai had atau mempunyai
tanggungan hak Allah atau hak Adam, dan mencegah orang yang ingin menunaikan
kewajiban itu tanpa perlawanan, maka dia termasuk orang yang membantunya dalam
kejahatan.
Atas dua redaksi itu, ada satu
makna. Makna redaksi "dari orang yang ingin menuaikan
kewajibannya.." itu adalah dia-melalui pemimpin- mencegah menuntut
kewajiban penjahat tadi, maka dia adalah sekutunya dalam kejahatan. Atau
mencegah pemimpin tadi menarik kewajibannya. Allah dan RasulNya melaknat orang
yang seperti ini. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya-hadis
dari Ali bin Abi Tholib RA, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Allah
melaknat orang yang berbuat keonaran dan orang yang melindungi pembuat
onar" (hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhori, no. 1870, Muslim,
no. 1370, Abu Dawud, no. 2034, Tirmidzi, 2127) .
Apabila orang yang menyembunyikannya
telah ditangkap, maka dia dipaksa untuk mendatangkan penjahat itu, atau
memberitahukan keberadaannya. Apabila dia menolak, dia dikurung dan dipukul
berulang kali. Sampai dia berbicara. Sebagaimana yang saya sebutkan, bahwasanya
seseorang yang menolak menunaikan kewajibannya itu dikenai sanksi. Maka harta
benda atau jiwa yang wajib didatangkan atau ditunaikan itu jika dihalang-halangi,
maka pelakunya dikenai sanksi. Apabila ada sorang laki-laki yang mengetahui
tempat harta atau seseorang yang dicari berdasarkan kebenaran, maka dia wajib
menunjukan keberadaannya dan tidak boleh bungkam. Kasus ini termasuk dalam hal
tolong menolong dalam hal taqwa dan kebaikan. Dan itu hukumnya wajib. Berbeda
hukumnya ketika ada harta atau jiwa yang dicari berdasarkan niat jahat, maka
tidak boleh memberitahukannya. Karena itu termasuk bantu membantu dalam hal
dosa dan permusuhan. Bahkan wajib membelanya. Karena menolong yang tertindas
itu hukumnya wajib. Diriwayatkan dalam dua kitab hadis shahihnya Bukhori
dan Muslim dari Anas bin malik RA, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : tolonglah
saudaramu baik dalam keadaan mendzalimi atau didzalimi!", kemudian aku
berkata : jika dia didzalimi, maka aku bisa menolongnya. Tapi bagaimana aku
menolongnya sedangkan ia dalam keadaan mendzalimi? Beliau menjawab : "cegahlah
dia dari perbuatan dzalimnya. Itu adalah bentuk pertolonganmu padanya"
.(hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhori, no. 2443, Muslim, no. 2584,
Tirmidzi, no. 3315). Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari jabir.[14]
Dalam dua kitab hadis
shahihnya Bukhori dan Muslim diriwayatkan dari Barra' bin 'Arib RA, dia bekata
: Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita 7 hal dan melarang kita 7 hal,
beliau memerintahkan menjenguk orang sakit, mengiringi jenasah, mendoakan orang
bersin, memperbaiki sumpah, memenuhi panggilan, menolong orang teraniaya and
menyebarkan salam. Dan beliau melarang kita memakai cincin emas, minum dengan
wadah perak, alas yang dilapisi kulit dan memakai pakaian, jubah dan alas dari
sutera. (hadis shahih, diriwaytkanoleh Bukhori, no. 1239, Muslim, no.
2066, Tirmidzi, no. 1760 dan 2809, Nasa'I, 4/54 dan 8/201, dan Ibn Majah, no.
115) .[15]
Apabila orang yang tahu tersebut
tidak mau mengatakan dimana posisinya, maka dia boleh dikenai sanksi dengan
kurungan atau lainnya, sampai dia meberitahukannya. Karena dia menolak
memberitahukan sesuatu yang wajib. Dia tidak boleh dikenai sanksi, kecuali
telah diketahui kalau ia memang benar-benar tahu. Dan hal ini berlaku dalam putusan para penguasa,
hakim, dsb, dalam pasal tentang orang yang menolak mengatakan atau melakukan
hal yang wajib.
Bentuk sanksi ini bukanlah hukuman
bagi seseorang yang muncul sebab karena kewajiban atas orang lain atau sanksi
yang muncul sebab kejahatan orang lain. Allah berfirman :"orang yang
berdosa itu tidak memikul dosa orang lain" (QS. Al An'am : 164).
Dan nabi SAW bersabda : "Ingatlah! Seorang penjahat itu tidak berbuat
jahat kecuali kepada dirinya sendiri" (hadis shahih, diriwayatkan
oleh Tirmidzi, no. 2159, Nsai dalam Al Kubronya, no. 4100, Ibn Majah, no. 3055,
dan dishashihkan oleh Al Albani dalam shahihahnya, no. 988).
Dan
bahwasanya hal itu adalah tuntutan sesorang sebab sesuatu yang wajib kepada
selainnya. Semisal, seseorang yang dituntut membayar yang menjadi kewajiban
orang lain, sedangkan ia bukan wakilnya atau arang yang menjaminnya serta dia
tidak punya uang. Atau semisal seseorang yang dikenai sanksi sebab aksi
criminal kerabatnya atau tetangganya padahal ia tidak melakukan dosa apapun.
Bentuk inilah yang tidak diperbolehkan.
Adapun kasus ini adalah seseorang
yang dikenai sanksi karena dosanya sendiri, yaitu dia mengetahui posisi orang
yang sedang dicari untuk dimintai pertanggungjawaban, atau mengetahui tempat
harta yang terdapat hak-hak orang yang memlikinya. Kemudian dia tidak menolak untuk
membantu dan berpartisipasi yang hukumnya wajib dalam Al Quran dn As Sunnah.
Baik dengan jalan memihak atau melindungi dia, sebagaimana yang dilakukan o.eh
orang-orang yang fanatic, dimana mereka membantu satu sama lain. Atau dengan
jalan menyerang orang yang teraniaya. Allah SWT berfirman : "Dan
janganlah kebencianmu kepada suatu kaum , mendorongmu untuk tidak berbuat adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa" (QS. Al
Maidah : 8).[16]
Atau juga dengan berpaling dari taat kepada Allah dan menegakkan keadilan yang
telah diwajibkan oleh Allah SWT dan takut pesimis dan menghinakan agamanya. Hal
ini sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mau menolong dalam
(agama) Allah, RasulNya dan kitab suciNya, yang apabila dikatakan kepada mereka
"pergilah (berjuang) dijalan Allah", mereka merasa berat untuk
berangkat dan berdiam saja.[17]
Apapun kemungkinannya, golongan ini
wajib dikenai sanksi dengan kesepakatan ulama'. Dan barangsiapa yang tidak
berjalan dalam aturan ini, maka dia telah menyia-nyiakan had, hak, serta
memangsa kaum yang lemah.
Gambaran ini menyerupai seseorang
yang mempunyai hartanya orang yang dzalim dan tidak mau menyerahkannya kepada
hakim yang adil. Atau menyerahkan nafkah yang wajib bagi dia kepada keluarga,
sanak famili, budak, dan hewan ternaknya. Kebanyakan, kewajiban laki-laki itu
sebab karena orang lain. Seperti wajib bagi dia memberi nafkah dengan sebab
kebutuhan kerabat dekatnya. Atau wajibnya diyat bagi keluarga pembunuh (al'aqilah).
Bentuk ta''zir ini adalah sanksi
bagi seseorang yang mengetahui bahwa dia
menmpunyai harta atau jiwa yang wajib untuk diserahkan , akan tetapi dia
menolak untuk memberitahukannya.
Adapun, apabila alasan penolakannya
karena agar dia tidak dimusuhi dan dianiaya oleh orang yang menuntut atau
mencarinya, maka hal itu dipandang baik.[18] Yang
paling banyak terjadi adalah adanya pencampuran antara dua hal yang berlawanan
ini (menyerupai kebenaran, akan tetapi lebih cenderung pada kebatilan).
Yang wajib adalah antara yang hak
dan batil harus dibedakan. Fenomena ini banyak terjadi dikalangan
pembesar-pembesar yang dimintai perlindungan seseorang, atau diantara keduanya ada hubungan kekerabatan dan
persahabatan. Pembessar-pembesar iu melihat, bahwa perlindungan jahiliyah
semacam ini, bangga dengan dosa dan rasa sum'ah di kalangan rakyat jelata, itu
membuktikan bahwa mereka telah memberikan suatu pertolongan. Mereka
melindunginya meskipun yang dilindunginya adalah orang yang menganiaya, yang
melawan pihak yang benar dan teraniaya.
Apalagi kalau pihak yang teraniaya
itu adalah seorang pemimpin (pembesar dan pejabat-pejabatseperti diatas) yang
mereka benci dan mereka juga membenci dia.
Mereka memandang bahwa menyerahkan orang yang dia lindungi kepada pihak yang
dia musuhi adalah satu bentuk kehinaan dan kelemahan. Secara mutlak hal ini
adalah perilaku jahiliyah murni. Dan ini adalah salah satu sebab rusaknya
agama dan kehidupan dunia. Disebutkan
juga, bahwa hal itu adalah sebab timbulnya peperangan bangsa arab seperti
perang busus yang terjadi antara bani Bakar dan Tughlab. Itu pula yang
menjadi sebab masuknya tentara Turki Moghul ke wilayah islam. Berkuasanya
mereka terhadap daerah di belakang sungai dan tanah Khurasan, sebabnya adalah
adanya hal diatas.
Barang siapa yang menghinakan
dirinya karena Allah, maka Allah akan mengagungkannya. Barangsiapa yang
menyerahkan hartanya, maka allah akan memuliakannya. Karena makhluk yang paling
mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sedangkan barangsiapa yang
berbangga dengan dosa menolak yang benar
dan melakukan kejahatan, maka Allah telah menghinakan dan merendahkan nya.
Allah berfirman : "Barangsipa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi
Allahlah kemuliaan itusemuanya" (QS. Fathir : 10). Dia juga
berfirman tentang orang-orang munafik : " Mreka berkata
:"Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang
kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya". Padahal kekuatan
itu hanyalah bagi Allah. , bagi RasulNya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi
orang-orang munafik itu tiada mengetahui"(QS. Al Munafiqun : 8).
[19]
Mengenai sifat golongan ini, Allah
berfirman : "Dan diantara manusia ada orang yang ucapannyatentang
kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikan kepada Allah (atas kebenaran)
isi hatinya,padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia
berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanama dan binatang ternak. Dan Allah tiudak
menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanay :"Bertaqwalah kepada
Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka
cukuplah (balsannya) neraka jahannam. Dan sungguh neraka jahannam itu tempat
tinggal yang seburuk-buruknya"(QS. Al Baqarah : 204-206).[20]
Bahwasanya wajib bagi orang meminta
perlindungan-apabila dia teraniaya-untuk ditolong. Dan status teraniayanya
tidak hanya berdasar pengakuannya, dan selama ada orang yang mengadukannya
bahwa ia adalah orang yang menganiaya, akan tetapi pengakuannya itu diungkap
dengan keterangan dari musuhnya dan selainnya. Apabila dia adalah orang yang
menganiaya, maka dia dicegah dari perbuatan aniayanya dengan halus sedapat
mungkin. Bisa dengan berdamai, atau berbuat adil. Apabila tidak bisa dengan
cara itu, maka dengan kekerasan/kekuatan.
Jika masing-masing pihak
dimungkinkan adalah pihak yang menganiaya dan teraniaya, atau keduanya bukan
pihak yang menganiaya karena adanya kerancuan dan salah pengertian atau juga
kesalahan yang tidak sngaja yang terjadi diantara keduanya, maka keduanya
didamaikan atau dengan menggunakan putusan hukum.
Sebagaimana Allah berfirman : "Dan jika ada dua golongan
dari orang-orang mu;min berperang, maka damaikanlah diantara keduanya. Apabila
salah satu golongan dari kedua golongan itu mengniaya golongan yang lain, maka
perangilah golongan yang menganiaya sampai ia kembali kepada perintah Allah ;
jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah
antara keduanya dengan adil dan berleku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah
berbsaudara, karena itu damaikanlah antara saudaramu dn bertaqwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat" (QS. Al Hujurat : 9-10).
Allah jugha berfirman : "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
bisikanbisikan mereka. Kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia ) memberi sedekah; atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian
dianatar manusia. Dan barang siapa yang bebuat demikian, karena mencari
keridlaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar" (QS.
An Nisa' : 114).
Abu Dawud meriwayatkan dalam "As Sunan" dari
Rasulullah SAW, bahwa beliau pernah ditanya : " apakah termasuk
fanatisme etnis, apabila seorang menolong seorang yang termasuk kaumnya dalam
hal kebenaran? Beliau menjawab : "tidak" beliau mengatakan
"akan tetapi termasuk fanatisme apabila ada seorang menolong orang lain
yang termasuk kaumnya dalam hal kebathilan" (hadis dla'if,
diriwayatkan oleh Abu dawud, no. 5119, Ibn Majah, 3949, Bukhori dalam "Al
Adab Al Mufrad", no. 396, dan didla'ifkan oleh Al Albani dalam "Al
Misykat", no. 4905, dan "Ghayatul maram", no, 305).
Rasulullah SAW pernah bersabda : ”Sebaik-baik kalian adalah yang membela
kaumnya, selama diatidak berdosa (berbuat jahat)" (hadis dla'if,
diriwyatkan AbuDawud, no. 5120, didla'ifkan oleh Al Albani dam "Al
Misykat", no. 4906). Beliau juga pernah bersabda : "perumpamaan
orang yang menolong kaumnya dengan kebathilan itu sperti unta yang kamu
jatuhlkan kedalam sumur sedangkn ia ditarik ekornya".[21] (hadis
shahih, diriwayatkan oleh Abu dawud, no. 5117, Ibn Hibban, no. 1198, Al hakim,
4/175, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam "Al Misykat", no. 4904).
Beliau bersabda ; "barangsiapa kamu mengetahui sexseorang yang
menghibur duka cita/belasungkawa (dengan jalan membantu orang yang minta
perlindungan) dengan belasungkawa jahiliyah, maka gigitkanlah dia pada kelamin
bapaknya dan jangan kamu kinayahkan (kata kelamin itu)" [22](hadis
shahih, diriwayatkan oleh Nsa'I dalam "Al Kubro",no. 8864, Bukhori
dalam "Al Adabul Mufrad", no. 963, Adl Dliya', no. 1235, Ibn Hibban,
no. 736, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam takhrij shahih Al Adbul Mufrad,
no. 741).
Setiap
bentuk hiburan duka cita/belasungkawa yang keluar dari seruan agama islam ,Al
Quran-baik dalam kesamaan nasab, Negara, jenis (kelamin), madzhab dan aliran-,mkaitu
termasuk belasungkawanya jahiliyah. Bahkan pada saat dua orang sahabat Anshar
dan Muhajirin, Sahabat dari Muhajirin berkata : "Wahai orang Muhajirin,
tolonglah aku!". Sedangkan yang dari Anshar berkata : "Wahai
orang Anshar, tolonglah aku!", Rasulullah mengatakan : "Apakah
harus dengan belasungkawanya jaliliyah, sedangkan akau berada diantar
kalian".(hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhori, no. 3518, Muslim,
no. 2584, Tirmidzi, no. 3315) Karena peristiwa itu, beliau menjadi sangat
marah. [23]
Pasal
Keempat
Tentang
hukuman (had) pencurian
Seorang pencuri itu harus dipotong tangan kanannya berdasarkan dalil
Al Qur’an, sunnah dan Ijma’. Allah berfirman : “Dan pencuri laki-laki dan
pencuri perempuan itu potonglah tangan keduanya sebagai balasan kedurhakaan
mereka kepada Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana . Barang siapa yang
bertaubat sesudah perbuatan dzalimnya dan berbuat baik, maka sesungguhnya Allah
menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang". (QS.
Al Maidah 38-39)[24].
Tidak boleh menunda eksekusi hukuman ini dengan bentuk kurungan,
uang jaminan atau yang lain setelah hukuman diputuskan melalui bukti atau
pengakuan. Akan tetapi si pencuri harus segera dipotong tangannya di waktu yang
dimuliakan atau semisalnya.
Karena sesungguhnya, eksekusi hukuman (had) itu seperti
berjuang di jalan Allah. Maka hendaknya perlu diketahui, bahwa penegakan hukum
had itu merupakan bentuk rahmat Allah kepada para hambaNya. Seorang penguasa
harus tegas dalam menegakkan hukum Allah dan tidak mentolerir/memberikan
kompromi dalam hal agama Allah yang menyebabkan dia nantinya akan
mengacuhkannya. Dan tujuan Allah dalam hukuman had ini adalah mengasihi umat
manusia dengan jalan mencegah mereka melakukan kejahatan, dan bukan karena
Allah ingin menunjukan ketegasan dan keagungan derajatNya kepada seluruh
makhluk. Hal ini dpat kita analogikan dengan seorang bapak ketika dia berusaha
mendidik anaknya. Karena jika bapak tadi
berlaku seperti ibunya yang memanjakannya dan tidak mendidiknya, maka
anak tadi akan rusak kelakuan dan perangainya. Dan bahwasanya bapak tadi
mendidik anaknya justru karena sang bapak menyayangi anaknya dan ingin
memperbaiki kelakuan anaknya itu, meskipun pada hakekatnya dia sangat mencintai
dan tidak ingin mendidik dengn keras. Posisi Allah terhadap makhluknya itu juga
seperti posisi seorang dokter yang memberi obat pasiennya dengan obat yang
pahit. Atau juga seperti diamputasinya anggota tubuh yang telah digerogoti
penyakit kronis, atau seperti bentuk pengobatan dengan bekam dan pemutusan urat
untuk tujuan penyembuhan (dengan jalan mengeluarkan darah kotor), dan lain
sebagainya. Ketika si sakit tadi mau meminum obat yang pahit dengan usaha yang
susah payah, maka dia akan mendapatkan kesembuhan.[25]
Seperti inilah penggambaran hukuman had yang telah disyari’atkan dan
harus seperti inilah niat seorang penguasa dalam menegakkan hukum ini. Karena
ketika dia berniat memperbaiki kondisi rakyat dan mencegah kemunkaran dengan
jalan memberikan kemanfaatan bagi mereka dan menghindarkan kemadlaratan dari
mereka serta hanya mengharap keridloan dari Allah dan mentaati perintahNya,
maka Allah akan melembutkan hatinya, terbuka baginya semua jalan kebaikan serta
cukup baginya hukuman di dunia (hukum positif) dan bahkan, terkadang si
terpidana malah rela ketika hukuman had dijatuhkan kepadanya.
Akan tetapi ketika sang penguasa tadi berniat sebaliknya, dengan
mengharap keuntungan materi dan untuk menunjukan kekuasaannya dan
kepemimpinannya, maka akan terbalik tujuannya. Diriwayatkan bahwa ‘Umar bin
‘Abdul ‘Azis sebelum menjabat sebagai khalifah, beliau adalah wakil Walid bin
Adul Malik di kota Madinah. Beliau memerintah dengan baik. Kemudian suatu hari
Al Hajjjaj tiba dari kota Irak. Kemudian dia bertanya kepada para penduduk
Madinah : “Bagaimana kewibawaan dia kepada kalian?” Mereka menjawab : ”kami
tidak dapat melihat kewibawaan yang ada pada dirinya” Ia bertanya lagi “
Bagaimana kecintaan dia kepada kalian?” Mereka menjawab “beliau
mencintai kami lebih daripada keluarga kami sendiri”. Dia bertanya lagi :”bagaimana
sopan santunnya kepada kalian semua?”. Mereka menjawab : ”(sopan
santunnya) laksana hubungan tiga jari yang tengah ini dengan jari-jari yang
lain (karena dekat dan saling menghormatinya)”. Kemudian Al Hajjaj berkata
: ”inilah kewibawaannya, inilah kecintaannya, inilah sopan santunnya.
Laki-laki ini merupakanh anugerah dari langit.”[26].
Setelah tangan pencuri itu dipotong, maka hendaknya bekas
potongannya itu dihanguskan untuk menyumbat darahnya.[27] Dan
disunahkan potongan tangannya digantungkan dilehernya.[28] Apabila
dia mencuri lagi, maka dipotong kaki kirinya. Apabila mencuri ketiga dan
keempat kalinya, maka disana ada dua pendapat[29] :
Pertama, dipotong 4 anggota tubuhnya (kedua kaki dan tangannya). Ini
adalah pendapat Sayyidina Abu Bakar RA, mazhab Syafi’i dan Ahmad dalam salah
satu dari dua riwayat. Sedangkan yang kedua, dia dikurung. Ini adalah
pendapatnya Ali KA, para ulama Kufah dan Imam Ahmad dalam riwayatnya yang lain.
Seorang pencuri dipotong tangannya ketika pencuriannya mencapai 1
nishob (1/4 dinar atau 3 dirham) menurut mayoritas ulama penduduk Hijaz, ahli
hadis dan selainnya seperti Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Diantara
ada yang mengatakan : ketika pencuriannya sudah mencapai 1 dinar atau 10
dirham. Jadi, barangsiapa yang mencuri senilai itu atau lebih, maka dia
dikenakan hukum potong tangan berdasarkan kesepakatan ulama.[30]
Diriwayatkan dalam dua kitab hadis shahih, dari riwayat Umar RA,
bahwasanya Rasulullah SAW memotong tangan karena pencurian perisai seharga 3
dirham. Dalam satu redaksi Imam Muslim dikatakan : beliau memotong tangan
pencuri karena sebuah perisai yang harganya 3 dirham (hadis Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhori, no. 6795 dan 6798 serta Imam Muslim haadis no. 1686)
. al mijann itu sama dengan at turs.[31]
Diriwayatkan dari Aisyah RA dalam dua kitab hadis shahihnya Bukhori dan Muslim,
bahwa beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : dipotong tangan
(seorang pencuri) yang mencapai ¼ dinar atau lebih”. Dan satu riwayat
menurut Imam Muslim : “ Tidak dipotong tangan pencuri kecuali mencapai ¼
dinar atau lebih”. Sedangkan satu riwayat dari Imam Bukhori, Rasulullah
bersabda : “Potonglah ketika mencapai ¼ dinar dan jangan kamu potong ketika
yang kurang dari itu” (hadis Shahih, diriwayatkan Bukhori, hadis no.
6789. HR. Muslim hadis no. 1684. penafsiran 1 dinar dan ¼ dinar disini menurut
Imam Ahmad. Sedangkan hadis ini didloifkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’, no.
2402). Pada saat itu, ¼ dinar sebanding dengan 3 dirham, sedangkan 1 dinar
itu senilai 12 dirham.[32]
Seorang itu tidak dinamakan pencuri kecuali dia mencuri dari harta
yang disimpan. Adapun harta yang dibiarkan oleh pemiliknya, (semisal) buah yang
masih ada di pohon di tengah padang pasir tanpa ada pembatasnya, hewan ternak
yang tidak ada penggembalanya, serta yang semisalnya, itu tidak mengakibatkan
hukuman had bagi pencurinya. Akan tetapi dia
diberi ta’zir dengan ganti rugi dari harga barang dilipatgandakan,
sebagaimana keterangan dalam hadis.[33]
Para ulama’ berbeda pendapat terkait dengan pelipat gandaan harga
ini. Diantara ulama yang bependapat adalah Imam Ahmad dan selainnya. Rafi’ bin
Khudaij berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Tidak
ada hukum had dalam pencurian kurma dan mayangnya”. Hadis ini diriwayatkan
oleh para pemilik kitab sunan (hadis shahih, diriwayatkan oleh. Abu Dawud
no. 4388, Tirmidzi, hadis no. 1449, Ibn Majah, hadis no. 2593, Nasa’I, haids
no. 4960, hadis ini dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irawa’nya (no. 2414).
Yang dimaksud Al Katsri (mayang) adalah segerombol kurma[34].
Diriwayatan dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya-semoga
Allah merahmati mereka-dia berkata : saya mendengar seorang laki-laki
dari Mazinah bertanya kepada Rasulullah SAW, dia berkata : Wahai Rasulullah
SAW, saya bertanya kepadamu mengenai unta yang hilang?. Rasulullah menjawab
: “dia dihargai bersama sepatunya, minumannya, karena dia bisa makan dari
pohon dan meminum air biarkan ia sampai datang pemiliknya”. Dia bertanya
: “kalau kambing yang hilang?”. Beliau menjawab : ”dia bisa jadi
milikmu, atau saudaramu, atau (dimakan) serigala. Dia akan seperti itu, sampai
datang pemiliknya”. Dia bertanya lagi :”kalau kambing yang dicuri dari
tempat penggembalannya?”. Beliau menjawab : ”didalamnya terdapat dua
kali lipat harganya dan hukuman pukul sebagai bentuk peringatan, dan kalau telah
diambil kulitnya, maka disana terdapat hukuman had, apabila nilainya
mencapai/setara harga sebuah perisai”. dia bertanya lagi :”Wahai
Rasululah SAW, kalau kurma yang diambil dari mayangnya?”. Beaiau menjawab :
”barangsiapa yang mengambil dengan mulutnya dan tidak merusaknya, maka dia
tidak dikenai sanksi apapun. Barang siapa yang membawanya, maka wajib baginya
dua kali lipat harganya dan pukulan sebagai peringatan. adapun yang diambil
dari tempat penyimpanannya, maka dikenai sanksi potong tangan, apabila nilainya
mencapai harga sebuah perisai. Apabila tidak mencapai ukuran itu, maka
didalamnya terdapat kewajiban dua kali lipat harganya dan hukuman cambuk
sebagai peringatan”. Hadis ini diriwayatkan oleh para pemilik kitab sunan.
(Hadis ini hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 171dan 710 Ibn Majah,
haids no. 2596, Nasa’i dalam Al Kubronya, no. 7447, diberikan status hasan oleh
Al Albani dalam Al Irwa’nya, no. 2413, serta kitab shahihnya Abu dawud, no.
1504 dan 1507). Akan tetapi alur hadis ini adalah menurut riwayat Imam
Nasa’i.
Karena itu, Rasulullah SAW bersabda : "tidaklah (wajib)
hukuman potong tangan atas perampas, pencopet dan orang yang berkhianat”.(hadis
ini adalah shahih, merupakan HR. Abu Dawud, no. 4393 dan 4392, Tirmidzi, no.
1448, Nasa’I, no. 4972, Ibn Majah, no. 2591, serta dishahihkan oleh Al Albani
dalam Al Irwa’nya, no. 2403).
Adapun pencurian dengan cara merusak saku, kain atau lengan baju,
itu wajib dikenai hukum had berdasarkan pendapat shahih. [35]
Pasal kelima
Tentang Had Zina
Apabila
orang yang sudah berisitri (muhshon) itu berzina, maka dia dikenai
sanksi rajam (dilempari) dengan batu sampai mati. Hal ini sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada Ma’iz bin Malik Al Aslamiy,
seorng wanita suku Al Ghomidiyah, beberapa orang Yahudi, serta orang selain
mereka, dan kaum muslimin.
Para ulama’ berbeda pendapat, apakah
orang itu sebelum dirajam, harus dicambuk sebanyak 100 kali atau tidak?.
Jawaban ada dua pendapat berdasar madzhab Imam Ahmad dan lainnya. Apabila yang
berzina tadi belum beristri (ghoiru muhshon), maka dia dicambuk 100 kali
berdasarkan Al Qur’an, kemudian diasingkan selama setahun menurut Hadis.
Meskipun sebagian ulama’ ada yang berpendapat bahwa pengasingan ini tidak wajib
dilaksanakan.[36]
Sanksi bagi pezina ini dapat
dilaksanakan apabila ada saksi sejumlah 4 orang , atau dia bersaksi dengan
dirinya sendiri sebanyak 4 kali. Hal ini menurut sebagian besar ulama’.
Sebagian ulama’ ada yang hanya menganggap cukup dengan kesaksian dirinya
sendiri satu kali saja. Apabila ada seseorang yang mengakui perbuatannya
kemudian menarik ucapannya, maka ada yang berpendapat : hadnya gugur, akan
tetapi sebagian lagi ada yang berpendapat : hadnya tidak gugur.[37]
Pezina muhshon adalah seorang
merdeka dan mukallaf yang menyetubuhi seorang wanita,-walaupun hanya satu kali-
yang telah menikah dengan sah. Apakah diharuskan wanita yang disetubuhi
sifatnya harus sama dengan lelaki yang menyetubuhinya? Jawabannya ada dua
pendapat dari para ulama’. Apakah seorang anak perempuan yang hampir baligh yang disetubuhi lelaki baligh
itu bisa dianggap muhshon? Begitu pula sebaliknya? didalam masalah ini ada
pertentangan pendapat.[38]
Adapun kafir dzimmi, itu (juga)
termasuk orang yang dapat menjadi pezina muhshon, menurut mayoritas ulama’
seperti Asu Syafi’I dan Ahmad. Karena Rasulullah SAW pernah merajam orang-orang
yahudi di depan pintu masjid. Dan peristiwa itu adalah pertamakalinya rajam
dalam islam.[39]
Para ulama berbeda pendapat dalam
kasus wanita yang hamil tanpa ada suami,
tuan atau ketidak jelasan dalam kehamilannya. Ada dua pendapat dalam madzab
Imam Ahmad dan seliannya, dikatakan : tidak ada had baginya,[40] karena
bisa jadi dia hamil karena dipaksa (diperkosa), atau dengan mengambil sperma
dan meletakkannya di rahim/inseminasi buatan (tahammul), atau sebab
persetubuhan yang syubhat (kelirunya persetubuhan tanpa sengaja).
Ada yang berpendapat bahwa wanita
hamil itu harus di kenai sanksi had. Dan inilah pendapat yang diriwayatkan (ma'tsur)
dari khalafaurrasyidin dan lebih dekat dengan prinsip-prinsip syari’at.
Pendapat ini juga dianut oleh penduduk Madinah. Karena sesungguhnya
kemungkianan yang muncul itu tidak perlu diperhatikan dan dipertimbangkan,
seperti kemungkinan wanita tadi berbohong, serta kemungkinan adanya kebohongan
para saksi.[41]
Adapun sodomi (liwath), maka
sebagian ulama ada yang mengatakan : hadnya sodomi itu seperti had
zina. Dan dikatakan : hadnya sodomi bukanlah seperti had zina.
Sedangkan pendapat yang disepakati oleh para sahabat adalah kedua pelakunya
dibunuh.[42].
Hal ini sebagaimana yang
diriwayatkan oleh para penulis kitab sunan, bahwa diriwayatkan dari Ibn
Abbas RA., dari Rasulullah SAW, beliau bersabda : barang siapa yang kamu
temui dia sedang melakukan perbuatannya kaum Nabi Luth, maka bunuhlah kduanya-subyek
atau obyeknya. (hadis ini hasan, merupakan hadis riwayat Abu Dawud, no. 4462,
Tirmidziy, no. 1452, Ibn Majah, no. 2561, Al Hakim 395/4, dan diberikan status
hasan oleh Al Albani dalam al Irwa’nya, no. 2350). Abu Dawud meriwayatkan
dari Ibn Abbas RA tentang seorang perjaka yang melakukan sodomi, beliau berkata
: dia dirajam (hadis shahih (matannya) mauquf (sanadnya). Hadis ini
diriwaytkan oleh Abu dawud, no. 4463, dan diberi status shahih oleh Al Albani
dalam kitab shahihnya Abu Dawud). Dan diriwayatkan dengan kandungan matan
yang sama dari Ali bin Abi Tholib RA.
Para sahabat tidak berbeda pendapat
tentang membunuh pelaku ini. Akan tetapi mereka bermacam-macam dalam
pelaksanaannya. Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Bakar RA, bahwa beliau
memerintahkan untuk membakarnya. (hadis ini diriwayatkan oleh Al Ajuriy, 29
dan Ibn Hazm, 381/11) Dan riwayat dari selain Sayyidina Abu Bakar dengan
jalan membunuhnya secara langsung. Dan dari sebagian sahabat yang lain, dengan
jalan meruntuhkan tembok diatasnya sampai dia mati dibawah reruntuhannya. Ada
yang mengatakan, dengan dikurung di tempat yang paling berbau, sampai keduanya
meninggal (karena baunya). Sebagian yang lain mengatakan : pelakunya
dilemparkan dari atas tembok yang tinggi dan diiringi dengan lemparan batu,
sebagaimana hukuman Allah atas kaum Luth. Ini adalah riwayat dari Ibn Abbas RA.
Sedangkan riwayat yang lain mengatakan dia harus dirajm. Hukum rajm zina itu
disyari’atkan,karena untuk menyerupakan dengan dirajamnya kaum Luth. Kedua
pelakunya dirajam , baik keduanya medeka atau budak, atau salah satunya menjadi
hak milik pelaku satunya. Dan keduanya harus mencapai usia baligh.[43] Apabila
keduanya belum baligh, maka dikenai sanksi dengan had yang selain
berupa dibunuh. Dan tidak dirajm kecuali orang yang sudah baligh.[44]
Pasal
Keenam
Tentang
had Minum Khamr dan Menuduh berbuat zina
Had minum
khamr
Had minum khamr itu telah
ditetapkan dengan sunnah Rasulullah SAW dan Ijma’ kaum muslimin. Para penyusun
kitab sunan meriwayatkan dari Rasulullah SAW dari berbagai bentuk sanad,
beliau bersabda : barang siapa yang minum arak, cambuklah dia. Jika dia
minum lagi, cambuklah jika minum lagi, cambuklah. Dan jika dia minum keempat
kalinya, bunuhlah ia. (hadis ini shahih. Hadis ini diriwaatkan oleh Abu
Dawud, no. 4482, Tirmidzi, no. 1444, Ibn Majah no. 2573, Nasa’I dalam kitab A
Kubronya, no. 5297, Ibn Hibban, no. 4446, Al hakim, no. 413/4, dan diberi
status shahih oleh Al Albani dalam Ash Shohihahnya, no. 1360) . dan
ditetapkan keterangan darinya, bahwa beliau mencambuk peminum arak lebih dari
satu kali. Hal ini juga dilakukan oleh para khalifahnya serta kaum muslimin
setelahnya.
Adapun hukuman dengan membunuh itu
telah dimansukh. Ada yang mengatakan, bahwa itu dapat dijadikan hukum.
Dikatakan : itu adalah bentuk ta’zir yang dilakukan oleh seorang pemimpin,
ketika sudah mendesak. Dan ditetapkan, bahwa Rasulullah SAW pernah memukul dengan pelepah kurma dan
sandal sebanyak 40 pukulan karena alasan minum arak. Sayyidina Abu Bakar RA
memukul sebanyak 40 kali. Umar RA, pada masa pemerintahannya pernah memukul
sebanyak 80 kali.(hadis shahih. Diriwayatkan oleh Bukhori, no. 6773, Muslim,
no. 1706, Tirmidzi, n. 1443) Ali RA pernah memukul sebanyak 40 kali dan
juga pernah memukul sebanyak 80 kali (hadis ini shahih. Diriwayatkan oleh
Muslim no. 1707, Abu Dawud, no. 4480, Ibn Majah, no. 2571). Ada sebagian
diantara ulama yang berpendapat : wajib dipukul sebanyak 80 kali. Sebagian lagi
berpendapat : yang wajib adalah 40 kali. Tambahan pukulan tersebut dapat
dilakukan oleh pemimpin, apabila para manusia melanggengkan meminum arak. Atau
ketika seorang peminum arak tidak bisa
jera, kecuali dengan pukulan tambahan itu, dan semisalnya. Adapun jika
peminumnya sedikit, atau telah dekat perkaranya, maka cukup dengan 40 kali
pukulan. Dan pendapat ini adalah salah satu dari dua pendapat yang paling
tepat. Ini adalah pendapatnya Imam Syafi’I, Imam Ahmad dalam salah satu riwayat
dari Ahmad.[45]
Pada saat merebaknya minumn keras,
Umar menambahkan hukuman, berupa pengasingan[46] dan
menggunduli kepala peminumnya dengan tujuan untuk menekankan pelarangannya.
(hadis dlo’if, diriwayatkan oleh Nasa’iy dalam Al Kubro, no. 5186. didalamya
ada pemutusan sanad (munqathi')).
Apabila seorang peminum dita’zir
dengan memotong jatah makanannya[47] selain
dicambuk 40 kali atau diasingkan dari jabatannya, maka hal tersebut dianggap
baik.[48]
Umar RA pernah dilapori bahwa sebagian
diantara pembantunya ada yang membuat tamtsilan tentang arak dalam bait-bait
syair, kemudian beliau mengasingkannya,
Arak (khamr) yang diharamkan
oleh Allah SWT dan yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mencambuk
peminumnya itu adalah setiap minuman yang memabukkan , dari manapun asalnya.
Baik dari buah-buahan seperti anggur, kurma basah, dan buah tin. Atau dari
biji-bijian semisal gandum merah atau putih. Atau dari cairan olesan, semisal
madu. Atau dari hewan, semisal susu kuda. Akan tetapi , saat Allah SWT
menurunkan kepada rasulNya, Muhammad SAW, tentang pengharaman arak, di kota
Madinah tidak terdapat sedikitpun arak anggur. Karena disana tidak terdapat
pohon anggur. Mereka mengambilnya dari Syam. Minuman mereka pada umumnya
berasal dari perasan/campuran kurma.
Telah
diriwayatkan dengan mutawatir dari Rasulullah SAW, khalifah dan
sahabatnya, hadis yang menjelaskan bahwa setiap yang memabukan itu haram, dan
beliau menjelaskan bahwa itu adalah bentuk khamr.[49]
Mereka
minum air perasan/campuran yang manis, yaitu air yang dicampur dengan kurma
basah atau kering, agar airnya menjadi manis. Apalagi kebanyakan air yang dari
Hijaz. Karena airnya mengandung rasa asin.
Bentuk
air perasan/campuran ini dihukumi halal berdasarkan ijma' kaum muslimin. Karena
ia tidak memabukan. Hal ini sebagaimana dihalalkannya air perasan /jus anggur
sebelum mengalami fermentasi. Nabi SAW melarang mencampur air campuran ini
dalam wadah kayu. Atau tempat semacam guci atau tempayan yang dibuat dari tanah
atau kulit binatang. Atau tempat-tempat yang dilapisi tir. Beliau memerintahkan
untuk menaruhnya di tempat yang ditutup atau diikat dengan tali. Karena sifat
keras air itu muncul dalam perasan dengan bentuk jentik-jentik yang halus yang
tidak dapat dirasakan oleh manusia. Adakalanya seorang minum air yang
didalamnya ada sifat keras (setelah fermentasi) yang melezatkan, sedangkan dia
tidak merasakannya. Maka apabila wadahnya ditutup, maka wadahnya akan pecah
pada saat perasannya menjadi bertambah. Maka orang itu tidak berada dalam bahaya.
Sedangkan wadahnya tidak pecah.[50]
Diriwayatkan
dari rasulullah SAW, bahwa beliau memberi keringanan (rukhshoh) setelah
penetapan hukum ini dalam hal pencampuran air dalam beberapa wadah bejana.
Beliau bersabda : "Aku pernah melarang mencampur dalam wadah-wadah,
maka sekarang campurlah (dalam wadah itu) dan janganlah kalian minum sesuatu
yang memabukan.”(hadis sahih, yang diriwayatkan oleh Muslim, no. 977,
Abu dawud, no. 3235, Nasa'I, no. 4/89).
Para
sahabat dan ulama' setelahnya berbeda pendapat. Ada yang tidak mengetahui
penasakhan ini atau mereka tidak menetapkannya dan tetap melarang mencampurnya
dalam wadah-wadah. Sebagian ada yang meyakini penasakhan ini dan menjadikan
hadis diatas sebagai penghapus (nasikh). Jadi ulama' ini memberi
keringanan perihal mencampur minuman dalam wadah-wadah. Sekelompok ahli fiqh
pernah mendengar, bahwa sebagian sahabat pernah minum air campuran ini padahal
mereka yakin kalau air campuran tersebut memabukan. Mereka memberikan rukhsoh
meminum bermacam-macam minuman yang bukan dari anggur dan kurma serta makanan
yang dimasak dengan air campuran kurma kering atau anggur kering. Syaratnya,
selama tidak memabukan orang yang meminumnya.
Pendapat
yang benar yang dipegang oleh mayoritas kaum muslim adalah bahwa setiap yang
memabukan itu adalah khamr, yang mana peminumnya dicambuk, walaupun cuma
setetes. Baik untuk tujuan obat atau tidak. Rasulullah SAW pernah ditanya
perihal khamr yang dibuat untuk berobat. Beliau menjawab : "dia (khamr)
itu adalah penyakit, bukan obat."(hadis shahih, diriwayatkan oleh
Muslim, no. 1984, Abu dawud, no. 3873, Tirmidzi, no. 2046, dan Ibn Majah, no.
3500) " dan sesungguhnya Allah SWT tidak menjadikan kesembuhan
umatNya dalam Sesuatu yang telah diharamkannya".(hadis hasan
lighairihi, diriwayatkan oleh Abu Ya'la, no. 6966, Ibn Hibban, no. 1391, Al
hakim, no. 242/4. hadis ini dilemahkan oleh Al Albani dalam takhrij hadis
tentang halal dan haram (30) dan beliau berkata dalam "Maurid
Adzdzom'an", no. 1397 : hadis ini adalah hasan lighairhi). [51]
Hukum had
dalam permasalahan ini, wajib dilaksanakan, apabila ada bukti atau pengakuan si
peminum. Apabila hanya ditemukan bau khamr, atau diperlihatkan dia berusaha
memuntahkannya dan semisalnya, maka dikatakan : tidak wajib atasnya hukum had.
Karena adanya kemungkinan dia minum minuman yang bukan mengandung khamr, atau
dia meminumnya karena tidak tahu, atau dia dipaksa. Dan sebagainya. Dan
dikatakan juga : dia harus dicambuk, apabila diketahui apa yang diminumnya itu
memabukan. Pendapat ini adalah pendapat yang diriwayatakan dari khulafaurrasyidin
dan sahabat yang lain semisal Ibn Mas'ud. Pendapat ini ditunjukan oleh hadis
Rasulullah SAW, yang mana hadis ini digunakan oleh orang-orang. Pendapat ini
adalah madzhabnya Imam Malik dan Imam Ahmad dalam kebanyakan nash-nashnya dan
imam selain keduanya.[52]
Hasis/morfin
(serbuk semacam candu, pent.) yang berasal dari daun anggur itu hukumnya
juga haram.[53]
Pemiliknya harus dicambuk, sebagaimana dicambuknya peminum khamr. Hasis ini
lebihg keji daripada khamrdalam hal merusaknya terhadap akal dan unsure-unsur
tubuh. Sampai menjadikan seseorang bertingkah seperti peremuan dan
berhalusinasi danbnetuk kerusakn yang lain. Sedangkan khamr lebih keji dalam
hal kemmapuannya menjadi sebab permusuhan dan pertikaian. Sedangkan keduanya
menghalangi untuk mengingat Allah SWT dan melalaikan sholat.
Para
ahlifiqh kontemporer menangguhkan masalah hukuman had dalam hassi tersebut.
Mereka berpendapat : orang yang mngkonsumsinya dita'zir dengan ukuran dibawah
had. Dimana mereka menduga bahwa hasis itu mempengaruhi akal tanpa rasa yang
lezat yang serupa dengan opium (sjenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk
membius). Dan tidak ditemukan pendapat ulama klasik dalam masalah ini. Dan
tdaiklah demikian, karena orang yang mengonsumsinya itu mencium dan mabuk karena.
Mereka juga meikmatinya seperti meminum khamr dan bahkan lebih..apabila mereka
over dalam mengonsumsinya, mereka akan lupa mengingat Allah SWT dan sholat
selain dilamnya terda[pat bahay-bahaya kerusakan yang lain, berupa : halusinasi
(mimpi buruk), bertingkah laku seperti perempuan, rusaknya unsur tubuh, akal
dan lain sebaginya.
Ketika
hasis tadi membentuk zat padat dan dapat dimakan, bukan dalam bentuk minuman,
para ahli fiqh berselisih tentang kenajisannya dalam 3 pendapat menurut madhab
Imam Ahmad dan lainnya :
Ada yang
mengatakan, bahwa ia najis seperti khamr cair. Ini adalah pertimbangan yang
benar. Ada yang mengatakan : tidak najis karena sifat padatnya. Ada yang
mengatakan : dibedakan antara bentuk padat dan cairnya.
Apapun
keadaannya, ia termasuk apa yang telah diharamkan oleh Allah SWT dan RasulNya
SAW, berupa khamr dan hal yang memabukan baik secara lafdzi atau maknawi.[54]
Abu Musa
Al Asy'ari berkata : wahai Rasul! Berilah kami fatwa tentang dua minuman yang
kami buat di Yaman, pertama minuman keras yang terbuat dari madu. Kedua,
minuman dari biji atau gandum (selai). Abu musa berkata : Rasulullah SAW adalah
orang yang dianugerahi dengan perkataan yang mengandung penuh makna beserta
kesempurnaannya. Kemudian rasulullah bersabda "setiap yang memabukan
adalah haram"(hadis muttafaq 'alaih dalah dua kitab
shohih).(hadis sahahih, diriwayatkan oleh Bukhori, no. 343, muslim, no. 1733,
Abu dawud, no. 4356, Ibn majah, no. 3391)
Diriwayatkan
dari Nu'man bin Basyir, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya
dari sebagian gandum merah terdapat khamr, sebagian dari gandum puih terdapat
khamr, sebagian dari anggur kering terdapat khamar, sebagian dari kurma kering
terdapat khamr, sebagian dari madu terdapat khamr, dan aku melarang dari setiap
yang memabukan". (hadis shahih, diriwayatkan oleh Abu dawud, no.
3676 dan 3677, Tirmidzi, no. 1872 dan 1873, Ibn Majah, no. 3379, Ibn Hibban,
no. 5378, Al hakim, 4/164, dan diberistatus shahih oleh Al Albani dalam kitab
shahihnya, no. 1593)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya.
Akan tetapi masalah ini diriwayatkan oleh Sahabat Umar bin Khottob RA dalam dua
kitab hadis shahihnya Bukhori dan Muslim dengan derajat mauquf, bahwasanya beliau
pernah berkhutbah di mimbar Rasulullah SAW seraya berkata : khamr itu adalah
sesuatu yang menutupi akal.". (hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhori,
no. 4619, Muslim, no. 3031, Abu dawud, no. 3669, Tirmidzi, no. 1874, dan
Nasa’I, 7/295)
Diriwayatkan
dari Ibn umar RA, bahwa Nabi SAW pernah bersabda "setiap yang memabukan
adalah khamr, dan setiap yang memabukan adalah haram". Dalam riwayat
yang lain dikatakan " setiap yang memabukan adalah khamr, sedangkan
setiap khamr adalah haram". Kedua hadis ini diriwayatkan oleh Muslim
dalam kitab shahihnya. (hadis shahih, diriwayatkan oleh Muslim, no. 2003,
Abu dawud, no. 3679, Tirmidzi, no. 1861, Nasa’I, 8/296)
Diriwayatkan
dari 'Aisyah RA, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Setiap
yang memabukan adalah haram, dan sesuatu yang menutup perbedaan (antar benar
dan bathil (menghilangkan akal)), maka memenuhi tangan dengannya adalah
haram". (hadis shahih, diriwayataka oleh Abu dawud, no. 3687,
Tirmidzi, no. 1866, Ibn Hibban, no. 5383, dan dishshihkan oleh Al Albani dan Al
Irwa’nya, no. 2376) Tirmidzi berkomentar : hadis ini adalah hasan.
Para
penulis kitab sunan meriwayatkan dari rasulullah SAW dari berbagai bentuk sanad
bahwasanya beliau bersabda : "setiap sesuatu yang banyanya memabukan,
maka sedikitnya adalah haram". (hadis hasan shahih, diriwayatkan
oleh Abu dawud, no. 3681, Tirmidzi, no. 1865, Ibn Majah, no. 3393, Ibn Hibban,
no. 5382 dan dishshihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa’nya, 8/43) hadis ini
diberikan status shahih oleh para penghafal hadis.[55]
Diriwayatkan
dari jabir RA, bahwsanya ada seorang laki-laki yang mendatangi rasulullah SAW
dan bertanya mengenai minuman yang mereka minum di tempat tinggal dia yang
terbuat dari biji-bijian. Yang dinamakan Al Mizr (sejenis jeli). Beliau
bertanya " apakah ia memabukan?" laki-laki tadi menjawab "
ya". Beliau bersabda "setiap yang memabukan adalah haram.
Sesungguhnya Allah mempunyai janji kepada orang meminum sesuatu yang memabukan
memberinya minum dengan minuman dari Lumpur kerusakan (thinathul khobal)".
Mereka bertnya "wahai Rasulullah,apakh Lumpur kerusakan itu".
Beliau menjawab " keringatnya penghuni neraka" atau "perasan
(keringat)nya penghuni neraka". (hadis shahih, diriwayatkan oleh
Muslim, no. 2002, Abu Dawud, no. 3680, Nasa’I, 8/327) Diriwayatkan oleh
Muslim dalam kitab shahihnya.[56]
Diriwayatkan
dari Ibn Abbas RA, sesungguhnya Nabi SAW bersabda :" setiap yang
menutup akal itu adalah khamr, dan setiap yang memabukan dalah haram". (hadis
shahih, diriwayatkan oleh Abu dawud, no. 3680, dan dishahihkan oleh Al Albani
dalam shahihahnya, no. 2039) diriwayatkan oleh Abu dawud.
Dan hadis
dalam permasalahan ini sangat banyak. Rasulullah SAW merumuskannya dengan ungkapan
"apa-apa yang menutup akal dan memabukan". Dan tidak
menjelaskan macam permacam. Dan tidak memilah memilih, apakah ia diminum atau
dimakan?.
Karena
mendasarkan pada realita bahwa khamr
–sekarang- sudah dijadikan sebagai campura makanan[57], dan
hasis dapat dijadikan dijadikan cairan dan diminum, maka dapat dikatakan bahwa
setiap khamr itu dapat dimakan atau diminum, begitu pula hasis, ia dapat
dimakan atau diminum.
Kesemuanya
itu adalah haram. Dan para ulama dulu tidak mengomentari permasalahan ini,
karena konsumsi barang-barang ini mulai merebak pada waktu kurang lebih abad ke
6 H. sebagaimana munculnya berbagai jenis minuman keras pada masa setelah nabi
SAW. Kesemuanya masuk dalam golongan apa yang telah disampaikan secara lengkap
dari Al Qur'an dan Sunnah. [58]
Had
menuduh zina
Di antara bentuk had yang dijelaskan oleh Al Qur’an, As Sunnah serta
ijma’ kaum muslimin adalah had tuduha zina. Apabila ada orang yang menuduh
seorang laki-laki yang muhshon dengan tuduhan zina atau sodomi, maka wajib
baginya 80 kali cambukan. Sedangkan, yang dimaksdu muhshon disini adalah
seorang yang berdeka dan menjauhi dosa. Adapun muhshon dalam bab zina adalah
orang yang pernah melakaukan hubungan seks dalam iktan pernikahan yang sah.[59]
Pasal
Ketujuh
Tentang
Ta’zir
Adapun
bentuk-bentuk maksiat yang tidak ada ketentuan hadnya dan kaffaratnya, seperti
mencium anak kecil, wanita lain (bukan mahram), atau bercumbu tanpa jimak,
makan barang yang tidak halal, seperti darah, bangkai, atau meuduh orang lain
dengan tuduhan selain zina atau mencuri barang yang tidak disimpan atau barang
yang sepele, mengkhianati kepercayaan, seperti pengelola harta baitul mal,
wakaf, harta anak yatim dsb, atau orang yang disuruh mewakili atau teman
perkongsian yang berkhianat atau menipu dalam transaksinya seperti juga orang
yang menipu jual beli makanan, baju dll. , atau mengurangi timbangan, bersaksi
dengan bohong, atau menuntun kesaksian bohong, menerima suap dalam putusannya (pada
seorang hakim), menghukumi dengan tanpa hukum Allah, memusuhi rakyatnya,
menghibur diri dengan hiburan jahiliyah, atau memanggil dengan panggilan
jahiliyah, dan bentuk-bentuk perbuatan yang diharamkan lainnya.[60]
Pasal
ke 8
Jihad
Kuffar, dan Membunuh Orang Yang Separatis
Hukuman-hukuman
yang datang dengan syarai’at bagi orang yang maksiat kepada Allah dan Rasulnya
adalah dua macam:L
Pertama,
hukuman-hukuman yang sudah ditentukan atasnya secara individu maupun kelompok,
seperti penjelasan terdahulu, Kedua, hukuman-hukuman atas kelompok yang
menentamng, seperti itu tidak ada ketentuan padanya kecuali dengan pembunuhan.
Fasul ini adalah
jihad kepada orang kafir yang merupakan musuh Allah dan Rasul-Nya; maka setiap
orang yang tel;ah sampai padanya dakwah rasul untuk agama Allah yang dibawa
kepadanya kemudian tidak menjawabnya atau mengikutinya maka wajib dibunuh
(diperangi), sehingga tidak menjadi fitnah dan menjadi beragama kepada Allah
semuanya.
Allah swat
ketika mengutus Nabi SAW dan memerintahkannya untuk mendakwahkan makhluknya
kepada agamanya, tidak mengizinkan baginya untuk memerangi seseorangpun atas
yang demuikian itu begitu juga atas peperangan, baru setelah hijrah ke Madinah,
maka Allah mengizinkan Nabinya dan kaum muslim (untuk berperang) dengan
firman-Nya:
39. Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah
dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu) orang-orang yang
Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali
Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya
Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain,
tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama
Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,
41. (yaitu) orang-orang yang
jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (al-Hajji:
39-40).
Kemudian
sesungguhnya, setelah itu Allah mewajibkan atas mereka berperang, sesuai dengan
firman-Nya:
216. Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak Mengetahui. (al[-Baqarah)
Dan Allah
menguatkan kewajiban dan keutamaan urusan jihad pada semua surat al-madaniah
dan mencela oarng yang meninggalkannya sebagai orang yang ber sifat munafik dan
hatinya lagi sakit, firman-Nya:
24.
Katakanlah:
"Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari
Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik. (al-Taubah: 24)
Dan firman-nya lagi:
15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,
Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.
(al-Hujurat):
Dan firman-Nya lagi:
20. Dan orang-orang yang beriman berkata:
"Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu
surat[1392] yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang,
kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu
seperti pandangan orang yang pingsan Karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi
mereka.
21. Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah
lebih baik bagi mereka). apabila Telah tetap perintah perang (mereka tidak
menyukainya). tetapi Jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya
yang demikian itu lebih baik bagi mereka.
22. Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu
akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
(Muhammad)
Dan ini sangat banyak dalam
al-Qur’an, dan begitu juga keutamaannya dan kutamaan pelakunya di adalam surat
al-Shof dijelasklan dalam firman-Nya:
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu
Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan
RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih
baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan
(memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah
keberuntungan yang besar.
13. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu
sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.
(ash-Shoff).
Dan seperti firman-Nya lagi:
19.
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang
mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang
yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah?
mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang zalim[633].
20.
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah
dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi
Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
21.
Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari
padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang
kekal,
22.
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah
pahala yang besar. (al-Taubah)
Dan firman-nya lagi:
- Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (al-Maidah)
Dan firman-nya lagi:
120. Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah
dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut
menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih
mencintai diri mereka daripada mencintai diri rasul. yang demikian itu ialah
Karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah,
dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang
kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan
dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,
121. Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah
yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah,
melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) Karena Allah akan memberi
balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.
(al-Taubah)[61]
Dia Nabi
menyebutkan…………..
Dan perintah berjihad,
dan penyebutan keutamaan-keutamaannya dalam al-kitab, al-sunnah adalah lebih
banyak ketimbang pembatasan, atas dasar ini maka jihad dianggap pekerjaan
sunnah (yang dianjurkan) yang sangat afdol bagi manusia, malah menurut
kesepakatan ulama posisinya lebih afdol dari hajji, umroh, solat sunah maupun
puasa sunnah sebagaimaana penjelasan al-Qur’an dan sunnah, sampai Nabi
bersabda:”Induk sesuatu itu adalah Islam, tiangnya adalah solat …….. (sohih:
turmuzi: 2616)
Dan bersabda Nabi SAW: “Sesungguhnya
di surga itu ada 100 derajat, di mana antara darajat yang satu dengan derajat
yang lain bagaikan antara langit dan bumi yang disediakan oleh Allah bagi
mujahid di jalan Allah (muttafaq alaih)
Dan bersabda Nabi SAW: “Barang siapa yang
melangkahkan telapak kakinya untuk fi sabilillah, Allah mengharamkan disentuh
api neraka (HR. Bukhari, 907)
Dan bersabda Nabi SAW: “Berperang
fi sabilillah sehari semalam nilainya lebih baik daripada berpuasa plus
qiyamullail selama sebulan. Jika seseorang gugur fi sabilillah, maka pahala
semua amal salih yang dikerjakannya akan mengalir terus, rizkinya juga akan
mengalir terus; dan dia akan diamankan dari siksa kubur (HR. Muslim, 1913).
Hal. 393
Fasal pertama
Had Pembunuhan (jiwa)
Dan adapun had-had
(ketentuan-ketentuan) dan hak-hak yang terkait dengan kemanusian yang sudah
ditentukan di antaranya tentang jiwa, Allah SWT berfirman:
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa
yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban
kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata,
Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
ingat.
153. Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah
jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan
(yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang
demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. Al-An’am: 151-153.
Firman-Nya lagi:
92. Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh
seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan
barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada
Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
93. Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
(an-Nisa’: 92-93)
Firman-Nya lagi:
32.
Oleh Karena itu
kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan Karena
membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia
seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka
seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (al-Maidah: 32)[62]
Dalam riwayat sahihain dari Nabi SAW,
sesungguhnya beliau bersabda” perkara yang pertama kali diselesaikan di antara
manusia pada hari kiamat adalah masalah yang berkaitan dengan darah
(pembunuhan)”.
Maka adapun bentuk pembunuhan itu
ada 3 macam:
1. pembunuhan sengaja, yaitu
[1] Dalam
sebagian teks menggunakan kata Akada, tetapi lebih afsah menggunakan, Aukada,
sebagaimana firman Allah: Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, An-Nahl: 91)
[2]. Syaikh (Ibnu Taimiyah) berkata : (dalam kasus ini) bukan memerangi
kaum teroris/penyerang, tetapi memrangi kaum yang bersektu yang disebut dengan
pemberontak.
[3]. Apa maksud radksi
"maka mereka wajib menggantinya"? jawabnya adalah, apabila sulit
untuk mngambil ganti rugi dari golongan tersebut, maka kita kembali kepada
orang yang mengambilnya, yakni sekarang mengambil dari golongan tersebut secara
umum. Apabila kita mengetahui engan pasti orang yng mengmabilnya, maka wajib
baginya mengganti harta yang diambilnya. Dalam artian, apabila kita sulit untuk
mengmbil gantiharta ini dari golongannya yang laion , mka kita ambil dari orang
yang telah kita ketahui bahwa ia merusak atau telah merampas harta itu.
(ada
satu pertanyaan) : tetapi diakanmengambilnya untukdirinya sendiri dan
teman-temannya? Jawabannya, maka yang bertanggungjawab mengganti adalah
semuanya. Tetapi ptusan mengganti rugi itu jatuh pada orang itu saja. Maka
apabila sulit menarik ganti dari orang banyak, maka putusan mengganti itu
dijatuhkan atasnya saja.
[4]. Dalam konteks redaksi ini,
syaikh (Ibnu Taimiyah) mengalami kejanggalan. Orang-orang saling bertanya tentang
gugurnya pembalikan makna kata بل dalam satu redaksi dari redaksi "akan tetapi memeranginya
tidak sama dengan posisi memerangi orang kafir, apabila mereka bukan orang
kafir. Akan tetapi tujuan memeranginya adalah..".
[5]. Alasannya sudah jelas.
Karena apabila mereka bergabung ke dalam satu daerah diluar syari'at islam,
maka mreka termasuk kedalamnya, Allah SWT berfirman : "dan barangsiapa
dinatra kamu mengambilmereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka" (QS. Al Maidah : 51). Maka hal itu
seperti memerangi kaum daerah itu. Dalam artian kita merawat korbannya, dan
kita ambil-semampu kita-harta mereka, meskipun mereka adalah orang islam.
Karena mereka menolongny dan meusuhi kita, maka hukum mereka itu seperti hukuim
musuh kita yang masuk dalam daerah tersebut.
(ada
permasalahan), apabila mereka masuk dalam daerah yang keluar dari syariat islam
,maka apakah disyaratkan tidak adanya islam disana atau keluar dari syriat
saja? Jawabannya, maksudnya adalah daerah itu daerah kaum kafir.
[6]. Yang shahih, apabila kejahatannya
tidak dapat dihindari kecuali dengan membunuhnya ,maka dia dibunuh. Syaikh
berkata : Para ahli fiqh berselisih pendapat tentang kebolehan membunuhnya.
Yang benar adalah, apabila kejahatannya tidak dapat ditolak kecuali hanya
dengan membunuhnya, maka dia wajib dibunuh. Karena dia merampas harta orang
banyak. Karena terkadang orang yang mau menyeberang dicegat, sampai mereka mau
menyerahkan pajak upeti kepda pencegat jalan itu.
(ada satu permasalahan), di
Negara-negara islam berlaku sebagian kabilah mengganggu kabilah yang lain. Mereka
mengambil kendaraanya dan menghadang jalan sampai mereka mendapatkan sesuatu
dari mereka..? jawabannya, adalah apabila pintu gerbang mereka jadi satu, maka
diambilah kendaraan sampai ukuran yangs sebanding dengan jumlah yang mereka ambil.
Apabila korbannya banyak, maka kita ambil haknya.
Dua golongan kabilah ini
bukanlah seorang penguasa atau pemimpin. Apabila salah satu kabilah merampas
skendaraan kabilah yang lain, adakalanya tujuannya memang hanya menginginkan
kenadraannya saja atau untuk merendahkan kabilah yang lain, maka pendapat saya
: apabila kamu mungkin mengambil darinya, ambilah. Atau dengan perantara seorang
yang berpengaruh, apabila mereka juga punya orang yang berpengaruh dan
disegani.
[7]. Jadi bentuk
permintaan/tuntutan mereka ada tiga bagian :
1)
Harta.
Dalam hal ini, boleh untuk tidak berperang dan menyerahkan harta yang diminta.
Karena seseorang itu diperbolehkan memberikan hartanya secara Cuma-cuma. Maka
memberikannya dengan tujuan melindungi diri itu lebih diperbolehkan.
2)
Kehormatan.
Seperti zina dan sodomi. Maka tidak diperbolehkan menyerahkan kehormatan ini
dan wajib membela diri (dengan perang, misl.)
3)
Nyawa.
Maka dalam hal ini, diperbolehkan membela diri. Akan tetapi hal ini wajib atau
tidak? Yang shahih adalah wajib membela diri. Karena Allah berfirman : "Dan
janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri" (An Nisa' : 29).kecuali
dalam kondisi terdapat fitnah, maka boleh untuk tidak membela diri. Bahkan
terkadang tidak membela diri dalam kondisi fitnah itu leboih diprioritaskan.
Karena Rasulullah SAW bersabda : "sesungguhnya akan ada fitnah. Maka
jadilah hamba Allah yang dibunuh dan jangan menjadi yang membunuh" (hadis
hasan, diriwayatkan oleh Ahmad, 5/110, Thabrani, no. 1724, dan di-hsankan oleh
Al Albanidalan Ash Shahihah, no. 1535.). beliau juga bersabda : "jadilah
kamu seperti sebaik-baiknya dari dua anak Adam" (hadis shahih ,
diriwaytkan oleh Abu Dawud, no. 4259, Ibn majah, no. 3961, Ibn Hibban, no.
5962, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa', no. 2451), yang mana dia (salah satu anak Adam tadi)
berkata dalam firman Allah "sungguh kalau kamu mengegerakkan tanganmu
kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku
untuk membunuhmu" (Al Maidah :28) . dan juga karena Usman RA
pernah menolak para sahabat yang emmintanya untuk membela diri.
(ada
satu pertanyaan), menurut anda, berdasarkan pendapat yang shahih itu adalah
kewajiban membela diri, sedangkan dalm kisah anak nabi Adam itu tidak ada
fitnah? Jawabannya adalah, telah datang syariat kita dengan hukum yang
sebaliknya, maka kita diperintah untuk membunuhnya.
(ada
satu pertanyaan), jika seseorang diancam kehormatannya, maka dia harus membela
diri, meskipun sampi terbunuh. Maka apabila hukum islam diganti dengan hukum
komunis, apakah bagi umat tetap wajib membela diri meskipun sampai terbunuh?
Jawabannya adalah, jika memang demikian maka dia adalah pembunuh, meski disana
terdapat fitnah yang besar.
[8] . apabila para pemimpin
saling mengganggu satu sama lain dan berusaha saling membunuh, maka apakah
wajib bagi orang-orang untuk membela diri apabila ada musuh yang memasuki
wilayah mereka-dimana Syaikh mengatakan "apabila ada fitnah, maka.."?
atau mereka harus langsung menyerahkan diri? Komentar saya : Rasulullah SAW
bersabda : jadilah hamba Allah ynag dibunuh dan jangan jadi orang yang
membunuh". Tetapi apabila mereka terancam kehormatan dan keluarganya,
maka wajib bagi mereka untuk melawannya berperang. Karena pengrusakan
kehormatan itu lebih besar daripada pembunuhan. Terlebih khusus lagi bagi para
ahli kebaikan dari orang-orang yang menjaga diri dari dosa. Adapun orang-orang
yang suka berbuat dosa, maka lain lagi kondisinya.
[9]. Kenapa hukum itu harus
dianalogikan dengan istri yang nusyuz kepada suaminya? Jawabannya
adalah, Karena nusyuz ini adalah termasuk hak pribadi, sedangkan perkara
diatas adalah hak umat. Dan juga diantara suami istri tersebut ada hubungan
yang kuat, dan Allah juga memerintahkan untuk mengajar budi pekerti pada
seorang istri. Maka, mengajar budi pekerti orang lain yang tidak mempunyai
hubungan seperti itu, termasuk dalam skala prioritas/lebih utama.
[10].apabila dia tidak mempunyai
hak untuk mengharuskan pemilki harta tadi, apakah dia boleh memberikan tawaran
dan memberikan dorongan untuk meninggalkan haknya? Jawabannya diperinci.
Apabila ada kemaslahatannya, maka dia boleh memberikan dorongan tersebut. Dan
berkata : ini adalah harta yang telah dirampas dan aku meninggalkannya dan
maafkanlah mereka. Atau semisal kamu mengatakan : apabila aku diberi unta
sedekah, maka aku akan memberikannya padamu, dan atau kalimat sejenisnya.
Adapun jika yang terbaik itu mengambil haknya, maka dia tidak perlu diberikan
tawaran (untuk meninggalkannya hak itu).. dikatakan : kewajiban menanggung
harta rampasan dan potong tangan itu tidak bisa dijadikan satu. Ini adalah
pndapat Abu hanifah RA.
[11]. Pendapat pertama yang
shahih adalah pendapat dua Imam Ahamad dan Syafi'I, yaitu apabila mereka tidak
mampu, maka mereka tetap mempunyai tanggungan. Sedangkan apabila mereka mampu,
mereka harus membayarnya saat itu juga.
Adapun
pendapat yang meniadakan berkumpulnya hukum gharam (menanggung harta)
dan potong tangan itu tidak bisa dijadikan pendapat. Karena potong tangan itu
adalah hak bagi Allah SWT sedangkan penganiyaan itu adalah bentuk hak bagi
manusia.
Sedangkan
pemilahan antara kondisi mampu dan tidak mampu, itu juga tidak dapat dijadikan
pendapat. Karena segala hal yang berkaitan dengan hak orang lain, itu tidak
membedakan kondisi mampunya seseorang dan ketidak mampuannya.. berbeda dengan
perkara yang berkaitan dengan hak Allah SWT. Karena alasan inilah, apabila ada
seorang miskin yang merusak harta orang kaya, maka orang miskin tadi wajib
menggantinya (meskipun dalam status tanggungannya).
[12]. Hal ini benar, apabila
mereka sebagaimana yang dikatakan oleh masyarakat umum, bahwa pernyataan "pelindung
pelaku kejahtan itu adalah pelaku kejahatan juga" itu merupakan hal yang
janggal. Tentara itu berkata pada pelaku criminal : ambilah harta itu! Dengan
syarat jumlahnya 40 bagian, yang 20 bagian bagiku, dan yang 20 bagian bagimu.
Kemudian tentara ini mendatangi pemilik harta dan berkata : mereka adalah
penjahat yang kami tidak mampu menangkapnya. Mudah-mudahan kamu mau mengambil
sebgian hartamu ini yang telah diambil itu. Kemudian sang pemilik menerimanya
karena dengan pertimbangan daripada kehilangan semuanya lebik baik dia masih
mempunyai sebagiannya. kasus ini ada sulit karena tidak mungkin menghindar dari
oknum semacam ini. Maka tidak diperbolehkan bagi sang perimimpin mengirim model
tentara semacam ini untuk mengambil kembali harta yang telah dirampas oleh para
penjahat. Sebagaimana tidak diperbolehkannya bagi dia mengirim tentara yang
lemah yang tidak ada harapan mereka dapat mengembalikan harta kaum muslimin dari
para penjahat tersebut. Maka disini, masalah pertanggung jawaban menjadi penting
diperhatikan.
(ada
pertanyaan), bagaimanakah pembagian tanah yang menjadi milik umum dengan jalan
revolusi/penggulingan kekuasaan? Jawabannya, adapun bagi orang yang memiliki
tanah dengan jalan yang diperbolehkan syara', maka tidak diperbolehkan
seorangpun menggasabnya. Sedangkan bagi orang yang memilkinya dengan jalan yang
tidak syari, maka siapapun yang punya tanah itu, maka itu adalah miliknya.
(ada
pertanyaan), ada seorang yang menggasab tanah kemudian menjualnya kepada orang
lain, kemudian kabur. Apakah diperbolehkan pemilki tanah yang asli mengambilnya
dari si pembeli itu? Ya , dia bolehkan karena itu adalah tanahnya dan menjadi
hak miliknya. Dan kepda si pembeli, carilah orang yang telah enggasab tanah itu
dan menjualnya, baik si pembeli tahu hal ini atau tidak (kalau dia dibohongi).
Karena adalah milki sang pemilik tanah. Jadi bagaimana bisa si pmebli mengambil
hak milik sang pemilik tadi?
(ada
pertanyaan), apakah seorang penguasa diperbolehkan memberikan tanah kepada
sebagian rakyatnya? Jawabannya, ya boleh melalui jalan pengambilan hak milik,
dengan tanpa sebab. Begitu juga, dia diperbolehkan memberikan lahan kosong (ardlul
mawat) kepada orang yang akan/mau menggarapnya. Meskipun tanah atau lahan
kosong yang menjadi miliki kas negara itu (baitul mal) mempunyai harga
yang tinggi. Maka pemimpin boleh menghibahkannya dengan berkata : hai fulan,
tanah ini adalah milkimu. Dan orang yang diberi hibah itu, akan menggarapnya,
meskipun adakalanya dia akan mengambil keuntungan dengan jalan menjualnya, atau
membagi-bagi dan membuat garis batas. Meski para ulama mengatakan itu sudak
menjadi haknya, akan tetapi hendaknya ia dalam hatinya takut kepada allah dan
tidak bermain-main dengan urusan/masalah tanah ini.
[13] . maksudnya, terkadang ada
seorang pemimpin tidak memberikan izin kepada tentaranya ketika mereka
menjumpai para pengahadang jalan, dan para tentara ini berkata pada mereka : (kalian
bebas) dengan syarat kalian merampas harta sejumlah 40 (kemudian membaginya),
dan kita akan menerima pemiliknya. Apabila begitu, maka hakim wajib-sebagaimana
pendapat Syaikh- memotong tangan dan kaki mereka (tentara tersebut), jika
mereka sampai mengambil harta itu. Apabila mereka sampai membunuh, mereka juga
harus dibunuh dan disalib. Apabila sang pemimpin akan melakukan eksekusi
terhadap mereka , kemudian mereka menawarkan : kita mempunyai bagian harta yang
bisa kita bagi-bagi, kemudian dia tidak jadi mengeksekusinya, maka hal itu
mungkin terjadi, -dan kita berlindung kepada Allah SWT dari orang-orang
macam ini..
(ada
satu permasalahan), jika ada penguasa yang tidak memberikan izin kepada
tentaranya dan membagi-bgi hartanya, maka hukumnya sam dengan para pembegal dan
perampok. Tentara itu adalah tentara yang dikirim dan bergabung dengan para
perampok tersebut untuk bersepakat tidak mengembalikan harta kepada pemiliknya.
Kemudian para tentara dan perampok membagi-bagi harta itu dan mereka berkata :
kita akan meminta kerelaan pemilki harta ini. Maka mereka dipotong tangan dan
kakinya secara bersilang. Mereka ini lebih membahayakan daripada orang yang
melindungi para pelaku kejahatan dan pembuat kerusakan seperti mereka.
Meskipun
penguasa ini tidak memberikan izin, akan tetapi jika mereka menutupi perbuatan
mereka, serta ikut membagi harta itu, maka dia adalah termasuk orang yang
menganiaya. Akan tetapi pnguasa itu adalah orang yang berhak menegakkan had,
meskipun di mendapat sanksi disisi Allah SWT
[14]. Kesimpulannya, wajib
dikenai sanksi bagi seseorang yang menyembunyikan orang atau harta benda yang
sedang dicari-sedangkan ia tahu keberadaanya- sampai dia mmberitahukannya.
Apabila orang atau harta tadi merupakan sesutau yang tidak termasuk yang wajib
mendatangkannya, maka orang tadi tidak diharuskan memberitahukannya. Bahkan dia
tidak diperbolehkan memberitahukannya. Seperti orang yang akan mencelakakannya,
maka dia tidak wajib membertahukan keberadaannya. Karena jika diberitahukan,
dia sama saja dengan orang yang membantu orang yang berbuat aniaya kepada orang
yang disembunyikannya. Padahal hal ini termasuk dalam tolong menolong dalam hal
dosa dan kejahatan. Begitu juga kasusnya ketika ada seseorang yang
menyembunyikan harta yang mana hakim memutuskan bahwa harta tadi dikenai pajak.
Sedangkan kita tahu kalau dia mnyembunyikannya di suatu tempat. Maka kita tidak
diperbolehkan memberitahukan kalau dia menyembunyikannya. Maka permasalahnnya
berputar pada "apakah wajib mendatangkan/mengahadirkan orang atau barang
yang disembunyikan yang kita tahu posisinya? Apabila wajib, maka
memberitahukannya juga wajib. Dan apabila tujuan mendatangkannya adalah untuk
berbuat aniaya, maka wajib bagi kita untuk menyembunyikannya. Adapun dalilnya
adalah –sebagaimana yng dinukil oleh Syaikh- "Tolonglah saudaramu, baik
dalam kedaan yng didzlimi atau yang
mendzalimi".
Adapun
melindungi pencuri yang kita nasehati dengan harapan dia mau bertobat-dan kita
tahu dia mmpunyai kemauan bertobat-, maka tidak apa-apa. Dan apabila dia
bertobat sebelum ditangkap, maka hak Allah yang berupa potong tangan dsb,
menjadi gugur. Sedangkan hak Adam yang berupa harta yang diambil, itu tetap dan
harus ditanggung.
[15]. Letak argumentasi dalail
ini adalah pada sabda beliau "dan menolong yang teraniaya".
Yang mana beliau memerintahkan hal ini, sebgaimana dalam hadis terdahulu "tolonglah
saudaramu, baik dalam keadaan orang yang mendzalimi atau yang didzalimi".
[16]. Maksudnya dia lebih mendekatkn
kepad taqwa dalam masalah ini dan juga lebih mendekatkan kepada taqwa dalam
masa-maaslah yang akan datang. Maka berbuat adil adalah sebab ketaqwaan manusia
dalam segala hal.
(ada
satu pertanyaan), dalam redaksi "dia dituntut mengembalikan harta yang
menjadi kewajibannya orang lain, sedangkan ia bukan wakilnya". Apakah
dari situ bisa dipahami, kalau wakil itu menanggung kewajiban orang yang
diwakilinya? Jawabannya, apabila dia menjadi wakil dariorang lain, maka dia
dapat dituntut dngan keawjiban orang yang diwakilinya. Apabil dia hanya menjadi
orang yang dituntut dengan harta-misalnya, seperti diayat-, maka tidak wajib
tasnya diyat itu, dan dia tudak bisa dituntut dengan diyat itu. Karena (hanya)
orang yang mewakili , yang dapat dituntut. Begitu juga orang yang menanggung
ganti rugi atau jaminan. Dia bisa juga dituntut.
[17] Dalam ketiga bentuk perlindungan
ini, yang terakhir adalah yang paling parah.
[18]. Makssudnya, dia takut kalau
orang yang mencarinya itu justru berbuat aniaya padanya. Karena ynag paling sering
terjadi, seorang penguasa yang dzalim itu apabila menngtahui posisi orang yang
dicari, kadang kala dia menghukumnya dengan hukuman yang berlebihan, lebih dari
kejahatannya. Bahkan kadang dia bisa sampai membunuhnya. Akan tetapi, sering
juga terjadi kerancuan yang membingungkan, yakni, bisa jadi dia menyembunyikan
karena alasan dia akan dianiaya, atau bisa juga dia menyembunyikan karean
melindungi an sich, atau karena dia benci kepada orang yang mencariny,
dsb.
[19]. Dalam ayat ini kaum munafiq
berkata " :"Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah,
benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah
daripadanya". Siapakah yang mereka maksud dengan "orang-orang
yang kuat itu"? Jawabannya adalah, diri mereka sendiri. Dan siapakah yang
mereka maksud "orang-orang yang lemah"? Jawabannya adalah Rsulullah
SAW. Dalam ayat itu dijawab dengan "dan hanya milik Allah keagunga
semuanya", dan tidak dengan redaksi ayat "Allah itu agung/kuat,
RasulNya kuat dan kaum mukminitu kuat". Karena kalau dikatakan demikian,
konsekuensinya, orang munafiq itu tentu punya kekuatan juga (padahal tidak).
Pemahaman ini ditunjukan oleh didahulukannya khobar yang berupa "dan
(hanya) milik Allahlah..". karena pendahulukan khobar
memberikan fungsi makna membatasi (hasr). Ini adalah bentuk keindahan
bahasa Al Quran.
[20]. Ini adalah kondisi
kebanyakan manusia. Apabila dikatakan pada mereka : bertaqwalah kepada Allah!,
bangkitlah kesombongan yang menyebabkan mereka berbuat dosa dan berkata :
apakah aku seorang pelaku kejahatan? Apakah aku pelaku maksiat? Kamu yang
seharusnya bertaqwa kepada Allah!. Ada juga ebagian diantar mereka, apabila
dikatakan pada mereka : bertaqwalah
kepada Allah!,maka badannya akan menggigil dan bergetar dn jatuhlah apa yang
ada digenggamannya Karen atakut kepad Allah SWT. Golongan kedua inilah yang
termasuk ahli Iman dan taqwa.
Golongan
yang pertama adalah yang sombong-kita berlindung kepada Allah SWT- dengan
dosanya. Mereka berkata : apa yang telah kamu lakukan sampai kamu mengatakan
padaku "bertaqwalah kepada Allah!"? kami mengatakan ini dengan
kesahajaan (sederhan dan rendah hati). Kami bukanlah makhluk lbih bertaqwa
kepada Allahdaripada rasulNya. Allah telah berfirman di awal surat "wahai
nabi, bertaqwalah kepdaKu" (QS. Al Ahzab : 1). Dn berfirman
ditengah tengah surat : "an bertaqwalah kepada Allh dn sembunikan dalam
dirimu apa yang ditampakkan oleh Allah"(QS. Al Ahzab : 37) .
dan berfirman dalam akhir surat :"Hai orang-orng yang beriman ,
betaqwalah kalian kepad Allah dan ucapkanlah perkataan dengan jujur" (QS.
Al Ahzab : 70). Dan makna orang-orang yang berian ini umum kepada seluruh
para nabi.
Seseorang
yang dikatakan padanya : bertaqwalah kepada Allah , itu diangap melakukan kesalahan.
Kemudian di berkata : kenapa kamu katakan demikian kepadaku? Maka bertanya
tentang kesalahan yang telah dilakukan itu tidak apa-apa. Karerna dia tidak
sombong karenanya. Akan tetapi dia bermaksud, kalau-kalau orang tadi melakuan
kesalahan yang dia tidak mengetahui/menyadari kesalahan yang diperbuatnya. ).
Semua amal itu bergantung niatnya.
Dalam
hal kemaksiatan kecil, boleh dikatakan : bertaqwalah kamu!. Semisal apabila
kamu didatangi laki-laki yang menggunjing orang lain, maka katakanlah : Wahai
saudaraku, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan pebuatan (menggunjing) ini!.
Apabila
ucapan ini sudah dianggap biasa oleh manusia-dimana ucapan ini biasa dikatakan
tidak pada tempatnya-, sehingga mereka menganggap remeh maknanya, maka
hendaknya jangan menguacapkan ucapan ini.
Syaikh
mengatakan : jangan kamu anggap serius dulu, ketika ada orang yang datang
meminta perlindungan dengan menangis, banyak sekali orang yang merengek minta
perlindungan dan pertolongan , padahal kalau diteliti, dia adalah orang yang
menganiaya. Allah SWT berfirman : "Dan mereka (saudara-sudara Yusuf)
mendatangi ayahnya dalam kedaan menangis sedih) (QS. Yusuf : 16).
Mereka menunjukan seakan –akan mereka adalah orang yang merugi, menyesal atas
kejadian yang telah menimpanya. Maka janganlah kamulihat dzahirnya mereka.
Adakalanya kamu didatangi seseorang yang mengadukan kepadamu tentang kemiskinannya,
dia berkata "aku lapar dan tidak punya apa-apa. Aku tidak punya makanan
dan pakaian ". padahal kita mengetahui, kalau dia mempunyai harta yang
banyak. Dan hal ini terjadi nyata/riil. Maka jangan tertipu/terpedaya dengan
lahirnya manusia. Pastikan dulu kondisinya. Baik dengan mencari informasi
tentangnya dari orang-oranmg atau dari
musuhnya.
Kemudian
syaikh berkata : apabila dia adalah orang yang berbuat aniaya, cegahlah
ia-sebisa mungkin- dengan halus. Yakni dengan adil. Apabila tidak bisa, mak
dengan kekerasa.apabila kedunya tidak jelas siapa yang didzalimi dan man yang
mendzalimi karena danya hal yang meragukan atau adnya keslah pahamn dan sedikit
kekeliruan, damaikanlah keduanya atau berikan putusan kepada mereka berdua. Diantara
mendamaikan dan memberi putusan itu, mana yang didahulukan? Jawabannya, tergantung
kondisinya. Apabila telah jelas bagi hakim bahwa salah satunya itu adalah
benar, maka tidak boleh didamaikan atau menawarkan perdamaian. Karena keduanya
menghadap hakim bukan bertujuan untuk berdamai, tetapi untuk mencari putusan
dari hakim. Makanya, terkadang kita menemukan kasus, ketika seorang hakim berkata
: berusaha damailah kalian!, mereka malah menjawab : kami bukanlah orang yang
mencari perdamaian. Tidaklah kami datang kesini untuk mengajukan
damai"(!).
Apabila
perkaranya rancu menurut hakim, maka boleh baginya mendamaikan atau menawarkan
damai. Baik dalam bentuk putusan dimana apabila bukti-buktinya mencukupi. Atau damai
dalam hal perkara, dimana disana terdapat hal-hal yang meragukan yang
ditakutkan perkarannya nanti tidak pada tempatnya. Apabila keduanya sepakat
berdamai, ini adalh yang terbaik.
Apabila keduanya belum sepakat untuk berdamai, keduanya disuruh menunggu dulu
sampai perkaranya menjadi jelas.
Fenomena
ini sudah merambah, bahkan sampai merambah orang-orang hukum/insan peradilan
sendiri. Dan telah diketahui bahwa selain hakim tidak boleh memberikan hukum
kecuali dia dijadikan hakim, maka tidak apa-apa kalau dia mendamaikan keduanya
sebelum pergi ke pengadilan. Tetapi jika telah jelas salahsatunya benar, maka
tidak boleh mendamaikannya, kecuali kalau ada permintaan.
Seorang
hakim itu tidak boleh memberi hukum kecuali dengn apa yang telah diajarkan oleh
Allah SWT dan tidak boleh berusaha untuk mendamaikannya. Akan tetapi setelah
dia memutuskan , barulah ia berusaha mendamaikannya. Kadangkala kita lihat di daerah-daerah,
ketika seorang hakim telah memberi putuasn dengan pengetahuannya bahwa dia adalah
benar, justru yang timbul adalah kerusakan yang lebih besar. Dalam hal ini, kita
mengatakan : berikan putusan dengan benar kemudian usahakanlah damai keduanya!.
(ada
satu pertanyaan), apabila putusan yang diberikan hakim itu membingungkan
,apakah boleh mengajukan perkaranya ke hakim yang lain atau melakukan damai?
Jawabannya. Apabila disana ada hakim yang lebih tahu, maka boleh-boleh saja.
Apabila tidak ada hakim yang lebih mengerti, maka perkara ini tidak boleh
dilimpahkan pada hakim lain.
Adapun
firman Allah ta'ala : "Tidak ada lebaikan pada kebanya bibsikan-bisikan
manusia, kecuali bisikan-bisikan orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah
atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang
siapa yang berbuat demikian karena mengharap keridlaan Allah, maka kelak Kami
memberi kepadanya pahla yang besar" (QS. An Nisa' : 114), didalamnya
ada 3 hal yang baik, yaitu memerintah untuk bersedekah (karena kemanfaatan
sedekah itu bersifat kolektif), memerintah berbuat baik (hal ini termasuk
sesuatu yang dilakukan bukan karena mendekatkan dirikepada Allah. Semisal
memberi barang kepada orang kaya, atau hadiah dengan tujuan meluluhkan hati),
dan mengadakan perdamaian .ketiga hal tersebut, ketika dilakukan dengan
bisikan (dibelakang layer), maka didalamnya mengandung kebaikan. Maka, Pikirkanlah
makna ayat ini. Ketiga-tiganya mengandung kebaikan, meski dilakukan tanpa
mengaharap pahala dari Allah. Akan tetapi kalau diniati mengharapkan keridloan
Allah, maka dia akan mendapatkan pahala yang besar.
Perkara
diatas, itu ketika berkaitan dengan orang lain (karena dalam bentuk perintah
berbuat kepada orang lain). Maka ketika dilakukan dengan diri sendiri, hal itu
lebih diprioritaskan. Yaitu ketika dia sendiri yang melakukan sedekah, yang
berbuat baik dan yang mengadakan perdamaian. Akan tetapi kadang sebagian orang
tidak mungkin melakaukan sendiri. Baik karena dia adalah orang miskin, sehingga
tidak dapat bersedakah, atau tidak dapat memeberi hadiah kepada orang
diatasnya, atau dia tidak mempunyai kedudukan dan pengaruh di masyarakat, yang
memebuatnya tidak dapat mendamaikan suatu perselisihan di tengah masyartakat.
Maka bagi orang ini, hendaknya dia memberi perintah dengan ketiga hal tersebut
diatas.
[21]. Yakni, pada umumnya orang
memegang kendali di kepala dan leher intanag, akan tetapi dia menariknya dari
ekor dengan maksud untuk menentang arah dan hal yang telah diketahui. Dia
menraik unta yang diceburkan ke sumur dan ditarik ekornya untuk menyelamatkannya.
akan tetapi sesungguhnya ekornya akan putus, padahal untanya itu tetap akan masuk
kedalam sumur.
[22]. Maksud hadis ini adalah memberi
penghinaan kepada orang tersebut. Karena kebiasaan orang (arab) kalau dikatakan
kepadanya "gigitlah kelamin bapakmu! " itu menunjukan kalau
yang dilakukannya dalah sesuatu yang jelek dan menjijikan. Maka arti kata هن adalah kelamin/farji. Apakah kamu
tidak membaca perkataan Ibn Malik (dalam bait-bait Alfiyah beliau) : أب أخ حم كذاك وهن والنقص فى هذا
الأخير أحسن. ada yang mengatakan arti kata itu
adalah farji. Ada yang mengatakan artinya adalah mata. Ada yang mengatakan
artinya adalah bentuk kinayah/samaran dari segala sesuatu.
[23]. Allahu Akbar!.Dari itu,
wajib bagi kita untuk bersaudara dalam agama Allah dengan tanpa melihat Negara asal,
keturunan, kedudukan dsb. Dalam peristiwa itu, seorang kaum Muhajirin memanggil
bantuan saudaranya yang Muhajirin dan seorang Anshar memanggil bantuan dari
kaum Anshar. Masing-masing tidak mengatakan :"tolonglah aku wahai
orang-orang islam!".maka seakan-akan Muhajirin itu adalah satu kaum,
dan Anshar itu satu kaum yang lain (dan tidak bersaudara, padahal mereka telah
dipersaudarakan oleh Allah dan Rasulullah SAW).
Adapun
syaikhul islam tidak mengatakan bahawa dua orang diatas adalah dua orang
laki-laki, tetapi mereka berdua adalah budak sahaya. Karena beragumentasi bahwa
tidak mungkin seorang sahabat melakukan hal yang demikiana.
Apabila
orang yang melakukan permohonan bela sungkawa/bantuan itu bertujuan menunjukan
kekauatan kaumnya, maka tidak boleh. Akan tetapi kalau tujuannya hanya untuk
memperkenalkan diri kalau ia-misalnya-dari Yaman, Mesir, atau dari Maroko, maka
hal seperti ini tidak apa-apa. Sedangkan hadis diatas, menunjukkan kalau hal
itu dilakukan untuk unjuk kekuatan dan kebesaran kepada orang/kaum lain.
[24]. Maksudnya adalah laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri. Tidak diharuskan sifat mencuri ini
dilekatkan dengan bentuk umum, yakni ketika seseorng mencuri walaupun satu
kali, maka hukumnya menjadi tetap. Pada ayat ini Allah menawali dengan assariq
(pencuri laki-laki), sedangkan di ayat tentang zina Allah mengawali dengan "az
zaniyatu" (pezina wanita) (QS. An Nur : 2). Karena pada umumnya
pencurian itu terjadi ada orang laki-laki, dan biasanya zina terjadi pada
wanita. Karena itulah Allah memulai dengan sesuatu yang lebih umum.
[25]. Pendapat ini merupakan
pendapat Syaikh RA. Kewajiban seorang pemimpin ketika dia menegakan hukum had
adalah berniat memperbaiki kondisi rakyat dan menegakan syari’at Allah dan
tidak berniat untuk melampiaskan ketegasannya, menampakkn situasi keamanan yang
stabil karena dibawah kekuasaannya serta menunjukan kekuatannya. Karena
perbaikan rakyat tidak terealisir tanpa penegakan syari’at. Kemudian beliau
mengemukakan beberapa contoh dalam hal ini dengan redaksi diatas (posisi
Allah dalam hal ini sama dengan posisi seorang dokter yang menyuruh pasiennya
meminum obat yang pahit rasnya, tidak enk baunya, bahkan buruk bentuknya dst…)
(Ada
satu masalah) : ketika had diputuskan dengan dasar pengakuan, bukankah had
tidak dapat dilaksanakan kecuali ada permintaan dari si pengaku?
(jawabannya)
: ketika perkaranya sudah diajukan kepada hakim, maka had dapat dilaksanakan.
Akan tetapi, jika belum diajukan kepada hakim, maka tidak apa-apa dan had tidak
perlu dilaksanakan. Karena alasan inilah Rasululah bersabda ketika beliau memerintahkan
pemotongan tangan orang yang mencuri selendangnya Sufyan bin Umayyah. Sufyan
berkata : "Wahai Rasulullah!, apakah hanya karena selendangku ini
tangannya harus dipotong? Sesungguhnya aku telah menghadiahkan selendang ini
padanya". Beliau menjawab : " (kalau begitu) cepatlah!, sebelum
aku bertindak (dengan membawa bukti ini padanya”. (hadis shahih
berdasarkan riwayat Abu Dawud dan Al Albani memberikan status shahih dalam
kitab shahihnya Abu Dawud). Adapun pendapat Syaikh, ketika had sudah
diputuskan-baik melalui bukti atau pengakuan-, maka tidak boleh menangguhkan
eksekusinya. Maka wajib untuk langsung memotong tangannya ketika seseorang
datang dan mengakui perbuatan mencurinya.
(Ada
satu masalah ): seorang muslim yang dibacakan ayat Al Qur’an dan hadis kemudian
dia menggerutu dan berkata : "pada saat sekarang tidak mungkin
menerapkan hukum had ini. Karena masyarakat barat akan mengolok-olok kita”
dan dia kadang-kadang memperhatikan apa yang disampaikan orang barat tersebut.
Maka apakah muslim tadi menjadi kafir?
(jawaban) : "Saya khawatir kalau dia menjadi kafir, karena perkara ini merupakan penolakan terhadap hukum Allah. Adapun perkataan dia : barat akan mengolok-olok kita, maka saya mengconternya : jangankan itu, ucapan syahadat kamu saja akan diolok-olok oleh kaum barat itu. Dari situ, saya khawatir kalau ia menjadi murtad, maka saa sarankan dia agar cepat-cepat bertauat kepada Allah."
(jawaban) : "Saya khawatir kalau dia menjadi kafir, karena perkara ini merupakan penolakan terhadap hukum Allah. Adapun perkataan dia : barat akan mengolok-olok kita, maka saya mengconternya : jangankan itu, ucapan syahadat kamu saja akan diolok-olok oleh kaum barat itu. Dari situ, saya khawatir kalau ia menjadi murtad, maka saa sarankan dia agar cepat-cepat bertauat kepada Allah."
[26]. Meskipun kisah ini
diceritakan dengan konteks yang lemah, akan tetapi tidak jauh dari kebenaran
karena sang lak-laki tersebut adalah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz RA, yang telah
memerintah pnduduk Madinah dengan baik. Disamping itu, ia adalah orang yang
taat kepada khalifah. Pada saat khalifah memerintahkan peruntuhan bangunan
rumah-rumah istri-istri Rasulllah SAW dan memasukkannya dalam bagian daerah
masjid, beliau menurutinya meskipun sebagian penduduk Madinah menentangnya.
Beliu berkata : "Ini adalah perintah Khalifah."
[27]. Baik secara wajib atau
sunnah. Karena jika tidak dihanguskan , maka dia akan mati kehabisan darah.
penyumbatan ini bisa dilakukan dengan cara mendidihkan minyak, kemudian
mencelupkan potongan tangannya kedalam minyak ini. Maka urat dan otot tangannya
akan menutup dan tidak mengeluarkan darah lagi.
[28]. Ini menunjukan bahwa
pemotongan tangan ini dilakukan karena bukan karena qishash, karena kalau sebab
qishash, maka tidak akan digantung di leher.
[29]. Dalam redaksi yang lain
dikatakan dengan tanpa huruf fa’. Syaikh berkata : dengan memakai fa’
itu lebih baik, karena dia adalah jawabnya syarat.
(Permasalahan
ini ada dua pendapat), yaitu ketika seseorang mencuri yang ketiga dan keempat
kalinya, maka ada ulama yang berpendapat : dipotong 4 anggota tubuhnya, pada
pencurian yang ketiga dipotong tangan kirinya, pada saat pencuria yang keempat
dipotong kaki kanannya. Maka tinggalah dia tanpa mempunyai tangan dan kaki. Dan
inilah pendapat suatu mazhab. Sedangkan pendapat kedua mengatakan : di
dikurung. Sampai kapan? Sampai dia meninggal karena dikawatirkan timbulnya
kejahatan dari dirinya. Permasalahan ini selamnya akan mengandung perbedaan .
apabila dirumuskan dengan satu keputusan yang mengkompromikan keduanya dengan
jalan mengembalikannya kepada ijtihadnya pemimpin, maka jika pemimpin itu
memutuskan untuk memotong, maka potonglah. Dan apabila diputuskan untuk
dikurung, maka kurunglah.
[30]. Penulis RA memberikan
syarat pencapaian 1 nishob ini, kemudian dia berkata : 1 nishob itu adalah ¼
dinar atau 3 dirham. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat. Apakah
keduanya itu ukuran asli ataukah yang asli itu ¼ dinar?
Yang
benar adalah : ukuran yang asli adalah ¼ dinar, sedangkan yang 3 dirham itu
adalah nilai kursnya. Karena dinar pada masa nabi Muhammad SAW itu kursnya 12
dirham. Maka 1/4 dinar itu adalah 3 dirham. Akan tetapi nilai kurs ini
mengalami penambahan atau pengurangan. Maka, yang benar dkembalikan kepda ¼
dinar (tanpa dikurskan ke dalam mata uang lain). Dinar dalam islam itu adalah
senilai 1 mitsqal emas, sedangkan 1 mitsqal adalah 4 ¼ jaramah. Ukuran ini
dikenal dikalangan para tukang/ahli emas perak.
Yang
penting, pencuriannya mencapai ¼ dinar. Apabila kurang dari itu, maka di tidak
dikenakan hukum had, meskipun mencapai 3 dirham, kalau yang itu jadikan ukuran
asli adalah ¼ dinar. Akan tetapi kalau yang kita jadikan ukuran aslinya 3
dirham, maka ¼ dinar itu tidak sama dengan 3 dirham dan atau 1/8 dinar. Kalau
kita jadikan dirham sebagai ukuran asli dan dinar juga sebagai ukuran asli,
kemudian pencuriannya mencapai 3 dirham dan 1/8 dinar, ataukah dia harus
dikenakan hukum had? dalam pemasalahan ini, tidak ada kesulitan, dia mencuri
seniliai 3 dirham akan tetapi 1/8 dinar tidak menyamai nilainya dengan ¼ dinar.
Apabila kita menjadikan dirham sebagai ukuran asli apakah dia dipotong tangan
atau tidak?. Apabila kita menjadikan ¼ dinar sebagai asli , kemudian
pencurinnya senilai 3 dirham dan tidak mencapai ¼ dinar , maka dia tidak
dipotong tangannya. Ini adalah pendapat yang kedua. Pendapat yang shahih adalah
yang dianggap itu adalah ¼ dinar.
Para
ahli Zindiq menentang hukum ini dan berkata : dimana harga sebuah tangan
ketika dia dipotong , maka dibayar 500 dinar (separo diyat dalam kasus qishas)
dan dia dipotong karena mencuri ¼ dinar? Para ulama’ memberikan dua buah
jawaban. Pertama : tangan itu ketika mampu memegang amanah, maka dia berharga.
Jika berhianat (sebab mencuri), maka dia akan hina dan dipotong sebab ¼ dinar,
ulama yang lain menjawab : dia dipotong sebab mencuri¼ dinar karena untuk
melindungi harta orang-orang. Dan diberi denda diyat 500 dinar karena untuk
melindungi jiwa. jawaban yang kedua ini lebih dalam artinya daripada jawaban yang
pertama. Bisa jadi inilah yang benar.
[31]. Apakah makna keduanya
berbeda atau sama? Keduanya berarti perisai, yaitu alat yang digunakan manusia
untuk melindungi dari serangan anak panah. Alat ini tidak terdapat lagi pada
saat sekarang. Dulu, apabila mereka berperang dan saling membunuh, seseorang
akan melemparkan alat ini kepada temannya yang diancam serangan anak panah dan
berkata : "ambilah ini!". Dan dia berlindung dibaliknya.
Perbedaan
antara nilai (qimah) dan harga (tsaman) adalah, kalau harga itu
adalah Sesuatu yang menjadi dasar jual beli. Sedangkan nilai adalah sesuatu
yang disamakan dengan barang-barang yang lain diantara kalangan manusia. Apabil
kamu membeli pena seharga 2 dirham dan dipasaran harga ini sebandng 5 dirham,
maka, manakah yang disebut nilai? Jawabnya adalah yang 5 dirham, sedangkan
harganya adalah yang 2 dirham. Karena disitulah kesepakan akadnya. Karena hal
inilah, kadang-kadang harga itu seukuran dengan nilai, kadang-kadang malah
kurang sedikit atau lebih sedikit. Apabila kamu membeli barang seharga 3 yang
sama dan sebanding dengan 3, maka nilai dan harganya sama. Apabila kamu membeli
barang yang nilainya 3 dengan harga 4, maka harga lebih tinggi. Atau
sebaliknya, nilainya 4 tetapi harganya 3, maka nilainya lebih tinggi. Yang
jelas, hadis itu menunjukan nilai atau harga, akan tetapi hukumnya satu. Karena
dia membeli dengan sesuatu yang sebanding.
[32]. (penjelasan) ; riwayat
Bukhori dan Muslim ini secara jelas menegasan bahwa pencuri tidak dipotong
tangannya, kecuali mencapai ¼ dinar, sedangkan dinar disini dijadikan ukuran
asli.
Pada
umumnya, manusia bertransaksi dengan dirham, meskipun dinar menjadi mata uang.
Tameng pada hadis diatas itu dibeli dengan harga 3 dirham sedangkan 3 dirham
pda masa itu senilai ¼ dnar. Sedangkan riayat penulis itu menjelaskan bahwa ,
tangan pencuri tidak dipotong kecuali dalam kasus pencurian yang mencapai ¼
dinar keatas. Potonglah ketika mencapai ¼ dinar, dan jangan kamu potong ketika
belum mencapai ukuran itu. Dan ini sudah jelas.
(ada
pertanyaan) ; apabila ada seorang berkata : sesungguhnya Rasulullah SAW
memotong tangan dalam pencurian ¼ dinar, karena nilai itu adalah nilai yang
tinggi pada zaman beliau. sebab seekor kambing saja seharga 1 dinar. Pada zaman
sekarang ¼ dinar itu adalah nilai yang sangat kecil, maka apakah dia tetap
dipotong tangannya?
(jawab)
: ungkapan tersebut tidak dapat dibenarkan. Karena ketetapan syara’ itu harus
diambil dan diterapkan . pada zaman Rasulullah SAW, zakat unta itu adalah 2
ekor kambing atau 20 dirham. Maka pada zaman sekarang, jika kita diminta
beberapa dirham untuk zakatnya, maka kita tidak mengeluarkannya kecuali senilai
20 dirham.
[33]. Simpanan (al hirz)
adalah tempat yang biasa dipakai untuk menyimpan uang/harta. Definisi ini
memberikan konsekuensi bahwa tempat penyimpanan itu berbeda-beda, sesuai dengan
jenis hartanya, negaranya, sistem pemerintahannya serta waktunya. Dan juga
faktor keadilan pemimpin, kelalimannya, kelemahannya serta ketekatannya. Maka
selama kita menedefinisikan demkian, maka tempat pnyimpanan itu akan
berbeda-beda sesuai dengan faktor-faktor diatas. Misalnya, tempat penyimpanan
buku-buku itu tidalah sama dengan tempat penyimpanan dirham dan dinar, mana
yang paling ketat penjagaannya? Tentu saja dirham dan dinar.
Tempat
penyimpanan hewan ternak itu tidak sama dengan tempat penyimpanan buku-buku.
Mana yang paling kuat penjagaannnya? Yang paling kuat adalah buku. Karena buku
itu mesti terletak di tempat buku atau tempat menulis, sedangkan hewan ternak
itu bisa di daratan atau di kandang-kandang.
Selain
itu, apabila pemerintahannya lemah, maka penjagaannya harus lebih ketat,
bukankah begitu?. Misalnya begini ; apabila kamu mempunyai dirham atau dinar,
sedagkan pengamanan dari penguasa itu kuat, maka kamu bisa membawanya, bahkan
sampai ke tempat majlis. Tetapi apabila lemah, maka kamu harus menyimpannya
lebih ketat. Karena itulah, apabila dikatakan : apakah uang itu harus disimpan
di kotak yang terkunci atau di kamar yang terkunci?. Maka jawabannya diperinci.
Kadang-kaang pengamanan dari pengusa itu kuat, sampai-sampai kalau uang itu
ditaruh di dekat pintu toko, maka dia aman. Atau kadang-kadang juga lemah.
Begitu juga kondisi masyarakatnya,
kadang-kadang ada yang suka berbuat jahat, atau kadag-kadang ada yang suka
ketenangan, maka semuanya tergantung situasi dan kondisinya.
Akan
tetapi para ahli fiqh mengatakan : hal itu tergantung pada keadilan penguasa
atau kelalimannya. Diantara keduanya , mana yang paling baik penjagaannya? yang
adil atau yang lalim? Maka jawabannya adalah penguasa yang adil. Karena
penguasa yang lalim itu kadang-kadang berbuat dzalim dan adakalanya tidak
mau/enggan menerapkan hukuman had. Karena sesugguhnya penolakan terhadap hukum
syar’i itu adalah bentuk perbuatan dosa. seseorang yang adil itu adalah seorang
penguasa yang memudahkan penyimpanan harta di zamannya, selain adanya bentuk
cinta rakyat kepada seorang penguasa yang adil itu. Sampai rakyatnya tidak mau
memperkeruh kejernihan stabilitas keamananya. Semakin adil seorang penguasa,
maka keamanan di wilayah kekuasaannya itu semakin besar. Dalam pikiran kita
terlintas kembali kisah Umar bin abdul Aziz dengan Al Hajaj dimana Al Hajaj
menindas rakyat dan menyakiti mereka, sehingga mereka tidak menyukainya.
Berbeda dengan Umar. Yang urgen, keamanan dalam kekuasan pengauasa yang adil
itu jelas lebih terjamin daripada penguasa yang lalim.
Maka
bahasan dalam hal penyimpanan ini : adalah sesuatu yang biasanya digunakan
untuk menyimpan harta benda. Dan ini berbeda-beda. Adapun harta yang dibiarkan
oleh pemiliknya itu ketika ditemukan seseorang , maka dinamakan harta temuan (luqathah),
bukan pencurian. Buah kurma yang ada di pohonnya yang terdapat di padang tanpa
ada pembatas bukan dinamakan harta dalam simpanan. Apabila dia diambil
seseorang, maka dia tidak dipotong tangannya, tetapi nilainya dilipat gandakan
(sebagai bentuk ganti rugi). Begitu juga hewan ternak yang tidak ada
penggembalanya.
Seakan-akan
syaikh RA cenderung mengatakan bahwa ketika barang yang dicuri itu bukan dari
tempat penyimpanan, maka harganya dilipat gandakan. Pendapat ini dipegang oleh
meyoritas ulama’ fiqh. Sebagian mereka mengatakan : tidak dilpatgandakan
harganya, kecuali barang yang telah ditetapkan oleh nash, yaitu kurma dan
mayangnya. Maksudnya , apabila seorang mencuri sgerombol kurma, maka dia tidak
dikenai hukum potong tangan, melainkan wajib baginya dua kali lipat harganya.
Yang jelas-wallahu a’lam-bahwa pelipatgandaan harga secara umum ini
lebih mendekati kebenaran. Maka setiap orang yang mencuri dari selain tempat
penyimpanan, maka tidak dipotong tangannya, akan tetapi wajib baginya dua kali
lipat harganya, maka dia menanggung apa yang disebut dengan “sepuluh banding
duapuluh”.
Apakah
kelebihan harga ini diserahkan kepada pemilik harta atau kepada baitul mal?.
Jika seorang mencuri sebuah buku seharga sepuluh dari selain tempat
menyimpannya, kemudian kita putuskan padanya : wajib bagimu dua puluh, kemudian
yang sepuluh diambil oleh sang pemilik, maka yang sepuluh milik siapa?. Jawabannya
adalah diserahkan kepada baitul mal karena ini adalah sebuah sanksi. Sang
pemilik mengambil bagiannya (harga bukunya) dan tidak ada yang lain, maka sisa
sanksi ini (sepuluh) dikembalikan kepada baitul mal.
[34]. Katsr dengan ra’
yang difathah, pada masa paceklik, orang arab memakan mayang kurma, mereka
melobangi pohonnya dan memakannya. Asal mula pelepah kurma itu adalah mayang
ini.
[35]. Hal ini perlu dijelaskan,
para ulama’ menuturkan beberapa cerita terkait hadis ini (bahwa unta itu bisa
menunjukan sumber air), diantaranya : ketika orang-orang kehilangan, mereka meninggalkan unta-unta
mereka, kemudian mereka tidak mengetahui, kecuali dia menunjukan kepada mereka
tempat air. Ada lagi kisah penduduk suatu daerah yang tersesat di suatu padang
yang luas dan terbuka, kemudian mereka merasa kehausan. Sebagian diantara
mereka ada yang mendapat ilham dari Allah , kemudian dia meyakinkan dirinya
untuk menaiki untanya dan meninggalkan padang itu. Unta tersebut kemudian
berjalan menuju kepada suatu sumber air, sedangkan orang tersebut dalam keadaan
tidak sadar. Rekan-rekannya yan lain tidak mengetahui hal ini, atau bisa jadi
mereka berada di jalan yang lain. Yang jelas mereka terpisah dan salah satu
dari mereka tidak sadarkan diri, kemudian jatuh dan meninggal. Dan yang
meninggal sekitar 13 orang. Sedangkan laki-laki yang tidak sadarkan diri tadi,
belum tahu dimana dia, adapun untanya menderum (mendiami) disamping sumber air.
Tidak lama kemudian, datanglah sekelompok manusia untuk mengambil ir di tempat
itu, kemudian dia bertanya kepada mereka : carilah rekan-rekanku, karena
merea tadi di belakangku. Setelah mereka mencarinya, dan mereka mendapati
rekan-rekan laki-laki tadi sudah dalam keadaan meninggal semuanya.
Yang
dapat kita petik dari kisah ini adalah, unta itu bisa menunjukan kepada sumber
air. Dari sinilah Rasulullah SAW bersabda : "dia akan menuju (sumber)
air, maka biarkan/tinggalkan unta tersebut”. Bentuk kata perintah disini
adalah untuk makna yang wajib (harus). maka tidak boleh seseorang mengambil
unta yang hilang. Sebagian ulama’ mengecualikannya dengan kasus ketika ada
kekhawatiran terhadap unta itu. Semisal, unta itu hilang di daerah yang menjadi
kawasan para perampok/pembegal. Ulama’ itu berpendapat, bahwa mengambil unta
dalam kondisi itu dan mencari pemiliknya adalah pendapat yang paling baik. Para
pakar berpendapat : dalam kondisi ini, diperbolehkan mengambil unta tersebut.
Mereka berkata : apa yang telah kami sampaikan ini tidaklah bertentangan
hadis dalam redaksi :”sampai pemiliknya datang mencarinya”. Dalam hadis ini
adalah ketika kasusnya unta itu mungkin untuk ditemukan oleh atau dicari oleh
pemiliknya. Adapun ketika unta itu beada di kawasan perampok, maka disini boleh
mengambilnya dan mencari pemilkinya.
Dalam
redaksi hadis “kalau dalam kambing yang hilang? Rasulullah menjawab : "maka
dia bisa jadi bagimu, atau saudaramu, atau serigala” itu maksudnya adalah
ketika tidak ditemukan pemiliknya. Sedangkan redaksi “atau saudaramu”
itu maksudnya adalah pemiliknya atau orang lain yang mengakuinya. Redaksi itu
lebih umum dari pada redaksi “pemilkinya atau yang lain. Karena
maksudnya : bisa jadi dia ditemukan bukan oleh pemiliknya, akan tetapi oleh
orang lain. Sedangkan redaksi “untuk serigala” tidak digunakan dalam
kasus unta yang hilang, karena unta itu tidak munngkin didatangi oleh serigala,
karena unta lebih kuat. Berbeda dengan kambing.
Dari
keterangan ini, para ulama merumuskan sebuah kaidah dan batasan : hewan-hewan
yang tercegah dari pemangsaaan hewan buas itu tidak boleh diambil dan dijadikan
barang temuan. Sedangkan hewan yang dapat dimangsa oleh hewan buas , maka dia
vboleh diambil dan dijadika hewan temuan.. kemudian ada pertanyaan, apakah أو dalam hadis ini menunjukan makna takhyir
(boleh salah satu/pemberian opsi) atau hanya berfungsi tanwi’
(perincian)? . maka jawabannya adalah dia menunjukan makna tanwi’.
Karena inilah, kita mengatakan : apabila ada kambing yang hilang (tidak ada
pemiliknya), maka jika yang terbaik adalah kamu mengambil dan kamu percaya akan
mencari pemilkinya, maka yang paling utama adalah kamu harus mengambilnya. Akan
tetapi jika kamu tidak percaya pada diri kamu sendiri atau kamu khawatir tidak
dapat memneuhi kewajiban, maka yang harus dilakukan adalah kamu meninggalknnya
dan membiarkannya dan kamu tidak mendapat dosa.
Ketika
kamu mengetahui pemiliknya, bahwa kambing ini milik si fulan, maka apakah wajib
bagi kamu untuk mengambilnya ddan mengembalikannya kepada pemiliknya?.
Jawabannya adalah “tidak”, kecuali kalau kambing itu berada di lokasi yang
penuh binatang buas dan berbahaya, atau kawasan perampok, atau semisalnya, maka
boleh mengambilnya. Jika tidak demikian, maka tidak boleh diambil.
Jika
ada hewan yng hilang dan bergabung dengan kambingmu, dan yang paling sering
terjadi adalah-semisal- seekor kambing biri-biri bergabung dengan gerombolan
kambing jawa, kemudian dihardik akan tetapi dia kembali lagi dan tidak mau
pergi, maka jika kamu mengetahui pemilkinya, kamu harus membertahukannya atau
diantar sendiri. Jika kamu tidak mengetahui pemilkinya, maka serahkanlah kepada
penguasa, baik hakim atau lainnya yang biasa menjadi tempat pengembalian barang
temuan.
Apabila
ada yang bertanya ; jika seseorang mengambil untuk tujuan dikembalikan kepada
pemilkinya, kita berpendapat : umumkanlah dulu selama 1 tahun. dalam masa ini, apakah
dia boleh menjualnya atau dibiarkannya saja ? jawaban saya : dilihat dulu, jika
yang menemukan itu khawatir biayanya besar yang dapat mempengaruhi nilainya,
maka yang paling baik dia harus menjualnya. Akan tetapi jika dia tidak merasa
khawatir dalam arti-misalnya- musimnya sedang semi, hewan temuan bisa dengan
leluasa mencari makanan dan tidak membutuhkan biaya yang banyak, maka yang
paling baik dia harus merawatnya. karena kadang-kadang seorang pemilki itu
memiliki hubungan emosional dengan barang milkinya. Jadi kalau kita
jual-misalnya-maka hubungan ini sudah tidak ada lagi. Yang penting harus
dilihat kemaslahatannya.
Selanjutnya
dalam redaksi hadis “kambing yang dicuri dari padang gemabalaannya, maka
baginya dua kali lipat harganya”, nabi memulai tentang adanya unsur
kejahatan. Lebih jelasnya begini, seseorang mendatangi tempat penggembalaan,
kemudian dia melihat kambing dan mengambilnya. Rasulullah bersabda : "maka
wajib baginya dua kali lipat harga kambing dan hukuman pukulan sbagai
peringatan”. Hal ini ketika dia mengambilnya dan memanfaatkan kambing tadi,
baik dengan jalan, menyembelih, menjual atau yang lainnya. Sedangkan yang
menjadi eksekutor hukuman pukulannya adalah penguasa.
Kemudian
dalam redaksi “dan apa yang diambil dari tempat menderumnya hewan ternak,
maka wajib baginya potong tangan”, itu maksudnya adalah hewan yang diambil
dari tempat penyimpanannya. Karena biasanya hewan ternak itu diletakkan di
tempat penderuman. Maka ketika dicuri, wajib dijatuhi potong tangan apabila
nilainya setara dengan harga sebuah perisai yaitu 3 dirham. Syarat ini kadang-kadang perlu, kadang-kadang
tidak. Karena bisa jadi, hewan itu direndahkan harganya, sedangkan mata uangnya
(dirham) kursnya tinggi. Sedangkan menurut pendapat yang kuat, seekor unta itu
harganya kurang dari 3 dirham, atau kurang dari ¼ dinar.
Kemudian
redaksi “wahai rasulullah, kalau kurma yang diambil dari
mayangnya/tangkainya?, beliau menjawab : "barang siapa yang
mengambil dengan mulutnya dan tidak mendapat izin, maka baginya tidak dikenakan
sanksi apapun”. Maksudnya, apabila kamu melewati sebuah pagar tembok
yang didalamnya ada kurma, dan kemudian kamu mengambilnya dengan mulutmu
(memakannya), sebagaimana memakannya hewan ternak. Pengertian hadis ini
termasuk apa yang ditunjukan oleh redaksi suatu hadis yang lain “sampai buah
yang kamu letakkan di mulut istrimu” (ini adalah hadis shahih, yang
diriwayatkan oleh Bukhori, no. 56, Muslim, no. 1658, Abu Dawud, no. 2864,
Tirmidzi, no. 2116, Nasa’I, no. 241/6, Ibn Majah, no. 2708). Karena yang dimaksud
bukanlah dia memasukkan makanan kemulut istrinya dengna tangannya, tetapi
maksudnya memberinya nafkah berupa makanan.
Makna
“خبنة” adalah
isi saku. MAksudnya adalah : seakan sang pemilik sudah memberi izin kepada
kita. Jadi, selama kebiasaan berlaku seperti ini (izin secara kebiasaan itu
hukumnya seperti izin dengan perkataan), maka tidak apa-apa. Karena itulah,
jika pagar nya mengelilingi dan temboknya terkunci, maka tidak diperbolehkan
mengambil apapun yang ada di dalamnya.
Redaksi
“ barang siapa yang membawa, maka baginya wajib dua kali lipat harga dan
hukuman pukul”, itu maksudnya. brangsiapa yang mengambil dari pagar tembok
ini buah yang berada diatas pohon dan diletakan di saku, maka wajib baginya dua
kali lipat harga dan hukuman pukul. Dan dia tidak dikenai potong tanagn, karena
dia tidak mencuri dari penyimpanannya.
Kemudian
dalam redaksi “ sesuatu yang diambil dari tempat pengeringan buah, mka wajib
dipotong tangan, jika pencuriannya mencapai harga sebuah perisai. Jika tidak
sampai seharga itu, maka wajib baginya dua kali lipat harganya dan dicambuk” (dirwayatkan
oleh penulis kitab sunan), penjelasannya adalah sebagai berikut, ketika seorang
menaruh buah kurma tadi di tempat pengeringannya, kemudian datang sekelompok
manusia yang mengambil buah tersebut, maka mereka dikenai hukum potong tangan,
jika yang dicuri mencapai harga sebuah perisai. Jika tidak mencapai, maka wajib
mengganti dua kali lipat harga dan di cambuk.
Yang
penting, setelah buah tadi ditaruh di tempatnya, maka pencurinya dikenai hukum
potong tangan, ketika mencapai nishobnya. Telah dijelaskan di depan , bahwa
syarat sanksi potong tanagn adalah pencurian dilakukan dari tempat penyimpanan.
Dari sini, Rasulullah bersabda : "tidaklah wajib atas perampas,
pencopet dan orang yang berkhianat untuk dipotong tangannya”. Syaikhul
islam meberikan penafsiran, al muntahab adalah orang-orang yang merampas
sesuatu dan orang-orang disekelilingnya melihat perbuatan ini. Sedangkan al
mukhtalis adalah seorang yang menunggu orang lain lengah, kemudian
mengambil barangnya. Adapun yang ketiga al khoin adalah orang yang
melanggar kesepatan barang titipan atau semisalnya. Dikecualikan dari hukum ini
yaitu barang pinjaman, karena Rasulullah SAW menetapkan hukuman potong tangan
bagi orang yang membawa kabur barang
pinjaman.
Adapun
ath thiror yaitu perbuatan merobek dan melobangi saku, sapu tanagn atau
lengan baju dan sebagainya. Orang yang melakukan kejahatan ini, dihukum dengan
potong tangan menurut pendapat yang shahih. Contohnya, orang yang meobek saku
baju orang lain dan mengambil isinya, maka dia wajib dipotong tangannya.
Begitu
juga orang yang merobek lengan bajunya, bagaiman hal ini dapat dilakukan?. Dulu
orng-orang mepunyai lengan baju sepanjang sekitar semeter dan lebarnya setengah
dziro’. Lengan ini biasa digunakan oleh para petani untuk menyimpan
barang-barngnya dalam lipatan kain yang ada di lengan bajunya itu. Sebagaimana
yang kami lihat di zaman sekarang, banyak orang menaruh uang dirham di kantung
ini. Maka apabia ada orang yng merobek kantung lengan ini, dan mengambil uang
dirhamnya , dia wajib dikenai hukuman potong tangan menurut pendapat yang
shahih. Karena ini tergolong pencurian dari tempat penyimpanan. Dan tempat
penyimpanan mana yang lebih aman daripada adanya barang itu bersama pemiliknya
sendiri dan dia sungguh menjaganya dengan cara mengikatnya. Karena sebab
inilah, pencurinya wajib dipotong tangannya.
Ada
yang mengatakan, bahwa pencurinya tidak dikenai hukuman potong tangan. Akan
tetapi yang benar, adalah dia harus dikenai had. Karena tempat
penyimpanan itu adalah kebiasaan yang berlaku dengan menyimpan barang didalamnya.
(ada
satu pertanyaan) : apa hukum mengambil kurma yang berada di jalanan?.
Jawabannya adalah : saya mendengar orang yang ditanyai tentang hal itu
memperbolehkannya , ketika dia mengambil karena alasan kemanfaatan. Akan tetapi
harus untuk dimakan dan tidak boleh dibawa.
(Pasal tentang had zina)
Pezina
dan pencuri dalam pembahasan ini tidak didefinisikan oleh penulis. Saya
mendefinisikan pencuri dengan “seorang yang mencuri brang secara
sembunyi-sembunyi. Sedangkan pezina adalah serang yang melakukan perbuatan
kotor (bersetubuh), baik melalui qubul atau duburnya orang lain. Adapun berzina
dengan hewan itu tidak termasuk dalam pembahasan ini, meskipun haram. Karena
sanksinya hanya berupa ta’zir saja, sebagaimana keterangan selanjutnya.
[36]. Yang benar adalah adalah
dia harus diasingkan. Karena hukum ini ditetapkan berdasarkan sunnah dan
didalamnya terdapat kemaslahatan. Karena sorang pezina, itu ketika diasingkan
diluar daerahnya, maka jiwanya akan merasa bersalah. Dan juga dia akan mudah untuk
melupakan perbuatan keji yang pernah dilakukannya. Berdasarkan alasan ini, maka
hendaknya dia diasingkan ke daerah yang tidak berpotensi menimbulkan perbuatan
dosa. Maka, tidak boleh mengasingkan ke daerah yang marak dengan perbuatan dosa
dan kejinya, sedangkan tidak ada seorangpun yang menyuruh atau melarangnya.
Apabila hal ini sulit dilakukan, maka pengasingan boleh digugurkan. Ada yang
berpendapat : dia dikurung selama setahun. Pendapat terakhir inilah yang paling
tepat. Karena dapat menjaga terhadap jiwanya dan dapat memperbaiki kondisi
dirinya.
Apabila
ada yang mengatakan : kenapa seorang pezina muhshon tidak dipancung dengan
pedang saja. Karena hal ini lebih gampang dan mudah serta meringankan?.
Jawabannya adalah : apabila syahwat yang haram itu mencakup dan meliputi
seluruh tubuh, maka yang paling pas dan bijaksana adalah seluruh tubuhnya juga
harus merasakan sakitnya hukuman dengan jalan rajam.
Hikmah
yang kami tuturkan dalam rajamnya pezina muhshon itu juga terdapat dalam
pezina ghoiru muhshon. Bedanya, pezina ghoiru muhshon tidak
dibunuh. Sampai kita mengatakan : kita harus melakukan yang paling mudah.
Karena membunuh adalah bentuk pemusnahan, maka pemusnahan ini harus dengan cara
yang paling mudah dan tegas. Jadi, apabila pertanyaannya :”kenapa kamu tidak
membunuhnya dengan pedang saja?karena itu yang paling mudah”. Maka jawabannya
“karena alasan tersebut diatas”.
[37]. Dalam perbedaan ini, Syaikh
tidak melakukan tarjih terhadap salah satu pendapat, sebagaimana yang bisa kita
lihat. Akan tetapi saya berpendapat : Jika dia hanya memberi kesaksian terhadap
dirinya sendiri satu kali saja, maka dia dikenai sanksi had. Sedangkan kisah
penangguhan rajam terhadap Ma’iz bin Malik Al Aslamiy sampai dia memberi
kesaksian empat kali adalah bentuk usaha penguatan pengakuan dari Rasulullah
SAW (agar beliau benar-benar erasa yakin). Hal ini ditunjukan oleh pertanyaan
Rasulullah :”Apakah pada dirimu ada tanda-tanda kegilaan?”. (Hadis
Shahih riwayat Bukhori, no. 6860, Muslim, no. 1691, Abu Dawud, no. 4418,
Tirmidzi, n. 1432, Ibn Majah, no. 2553) dan beliau memerintah seseorang
untuk memeriksanya dan menyuruhnya mendatangi orang yang ahli.dan bertanya : ”Apakah
mereka mendapat sesuatu (kelainan) pada dirinya?”.maka itu menunjukan atas
penangguhan rajamnya denhgan tujuan untuk mengukuhkan pengakuannya.
(Jika)
ada seseorang yang mengakui perbuatan zinanya, kemudian menarik pengakuannya,
penulis berkata : diantara ulama’, ada yang berpendapat : hadnya gugur, tetapi
sebagian lagi berpendapat : hadnya tidak gugur. Adapun yang benar adalah,
hadnya tidak gugur. Apalagi kalau dia menyebutkan kajahatannya yang lain,
semisal dia mengatakan : saya melakukan ini dan itu, kemudian masuk rumahnya
dan bersetubuh dengan wanitanya. Dan dia menyebutkannya dengan lengkap, maka
yang benar adalah tidak diterima penarikan pengakuan tersebut. Jika diasumsikan dalam kasusnya terdapat
faktor yang memaksanya melakukan pengakuan itu, maka pengakuannya tidak dapat
dianggap sah. Akan tetapi dalam hal ini saya tidak mengatakan bahwa dia menarik
pengakuannya, hanya saja pengakuannya tidak diterima. Karena kita harus mencari
bukti yang menguatkan bahwa pengakuannya muncul dari kesadarannya sendiri.
[38]. Redaksi ini adalah tambahan
saja. Maksudnya adalah pertanyaan yang
didalamnya ada bentuk pertentangan.
Penulis
menerangkan siapa sebenarnya mushon itu. Muhshon itu ada berdasarkan posisinya.
Al ihshon itu terkadang maknanya sama dengan yang dijelaskan penulis.
Terkadang juga juga diartikan dengan sifat jauh dari hal-hal yang tidak baik
berdasarkan makna Al Qur’an :”Adapun orang-orang yang menuduh wanita muhshon
telah berzina, kemudian mereka tidak mendtangkan 4 saksi..” (QS. An Nur
4). Adakalanya maknanya adalah orang-orang yang merdeka (bukan budak),
semisal pada ayat : Dan barangsiapa yang tidak mampu menikahi wanita merdeka
yang mukmin… (QS. An Nisa’ : 25). Yang jelas kata ini
diartikan menurut konteksnya. Sedangkan muhshon dalam bab zina ini adalah
seorang yang menyetubuhi –walau hanya 1 kali- seorang wanita yang telah
dinikahi dengan sah.
Maka,
apabila ada seorang yang menikahi dua wanita bersaudara, kita Tanya dulu : apakah
kamu menyetubuhinya dan kamu tahu bahwa dia adalah mahram?. Apabila dia
menjawab :”ya”, maka saya putuskan :”kamu telah berzina”. Tinggal
nanti dilihat dan dipertimbangkan, apakah dia dirajam, dicambuk, menanggung
denda atau dihapus akad nikahnya. Apabila seorang laki-laki-misalnya-menikahi
Hindun, kemudian baru ‘Aisyah (yang mana keduanya adalah bersaudara) dalam satu
tempat/majlis, maka pernikahan yang kedua adalah tidak sah. Akan tetapi kalau
dia tidak menyetubuhi wanita yang kedua, maka dia bukan pezina muhshon.
Bebrapa
syaratnya, pertama adalah berstatus merdeka (bukan budak). Apabila seorang
budak laki-laki menikah dan besetubuh, kemudian menceraikan istrinya. Kemudian
dia bebas dan berzina, apakah dia tergolong muhshon? Jawabannya adalah tidak.
Mengapa? Karena pada saat menikah dia tidak berstatus merdeka.
Yang kedua adalah mukallaf. Yakni orang yang sudah baligh dan berakal.
Apabila ada anak yang menikah sebelum dia baligh, kemudian berjima’ terus
diceraikannya dan tidak menyetubuhinya setelah baligh, maka dia bukan tergolong
muhshon. Maka syaratnya harus sudah baligh. Begitu juga apabila dia gila,
kemudian menikah, dan menyetubuhi istrinya. Setelah itu dia sembuh dari
gilanya, kemudian berzina, maka dia bukan muhshon yang wajib dirajam.
Selanjutnya adalah, pernikahannya harus sah. Maka apabila pernikahannya sudah
jelas tidak sah, semisal dia menikahi dan bersetubuh dengan saudara sepersusuannya,
dia tidak tergolong pezina muhshon. Kenapa? Karena pernikahannya tidak sah.
Redaksi
(menyetubuhi di qubulnya) itu
mengecualikan kasus ketika dia menyetubuhinya melalui duburnya atau
sela-sela dua paha. Karena hal itu tidak menyebabkan dia termasuk pezina
muhshon. Maka syarat pezina muhshon adalah merdeka, mukallaf, dengan status
pernikahan yang sah (dari hasil pernikahan yang sah), dan menyetubuhinya lewat
qubul. Maka inilah kelima syaratnya.
Apabila
dia berzina dengan seorang wanita, kemudian dengan wanita lainnya, apakah dia
muhshon? Jawabannya tidak. Kenapa? Karena persetubuhan yang pertama bukan dari
pernikahan yang sah. Begitupun pula ketika dia membeli budak wanita dan
menyetubuhinya kemudian berzina dengan wanita lain, apakah dia muhshon? Kenapa?
Jawabannya tidak, karena persetubuhan yang pertama bukan dari pernikahan yang
sah.
Adapun
redaksi penulis (walaupun hanya satu kali), maksudnya adalah tidak
diharuskan status nikahnya tetap, sampai bila dicontohkan ada aseorang wanita
yang meninggal dan suaminya hidup tanpa istri kemudian dia bezina, maka si
suami adalah muhshon. Jadi tidak diharuskan status pernikahan terus ada sampat
saat perbuatan zina itu.
Apabila
ada laki-laki yang menyeubuhi wanita, sedangkan wanita tadi sedang sakit atau tidak
menginginkannya, maka laki-laki tadi adalah muhshon. Apakah kamu berpendapat
bahawa ketika istrinya ameninggal, status ihshonnya menjadi hilang? Tentu
tidak.
Kemudian
beliau berkata : “apakah si wanita yang disetubuhi harus sama sifatnya
dengan lelaki yang menyeubuhinya? Maksudnya dia juga harus merdeka ,
baligh, berakal. Jawabannya adalah ada dua pendapat dari para ulama’. Madzhab
dari para ulama hambaliyah adalah si wanita harus sama sifatnya dengan
laki-laki tadi. Maka apabila dia menyetubuhi anak kecil, atau wanita gila atau
wanita budak, maka dia tidak berstatus muhshon.
Kemudian
redaksi beliau “apakah dihukumi muhshon anak perempuan yan belum baligh yang
distubuhi lakai-laki yang sudah baligh? Para ulama berpendapat, si laki-aki
tadi muhshon. Sebagian ulama’ lagi berpendapat, dia tidak muhshon. Pendapat
yang pertama adalah bagi ulama yang mengharuskan sifat wanita yang disetubuhi
harus sama dengan laki-laki yang muhshon., sedangkan yang kedua, bagi ulama
yang tidak mengharuskan sifat keduanya sama.
Kemudian
redaksi “begitu pula sebaliknya” maksudnya adalah, ada anak laki-laki
yang belum baligh menikah dan bersetubuh dengan wanita yang sudah baligh,
kemudian wanita tadi berzina, maka apakah wanita tadi muhshon? Jawaban
berdasarkan perbedaan ulama’. Yang benar adalah wanita tadi tidak termasuk
muhshon, karena suaminya masih kecil (belum baligh).
Ada
pertanyaan, apakah seorang anak kecil itu bisa bersetubuh? Jawabannya-Allah
tempat meminta pertolongan-adalah : seorang anak kecil yang menyusu itu
bisa ereksi, apakah kamu pernah melihat saudaramu waktu dia masih kecil? Suatu
yang mengherankan, saya pernah membaca perkataan sebagian dokter yang membikin
tertawa orang yang mencemoohnya-dia berkata : anak kecil yang sedang menyusu
itu membayngkan dirinya sedang bersetubuh, karena itulah penisnya berereksi.
Subhanallah! sampai batas ini mereka
menyandarkan segala gerak-gerik manusia kepada nafsu seksual. Tidak diragukan
bahgwa perkataan ini adalah tidak benar. Adapun mengenai ereksi anak kecil
waktu menyusu adalah riil/nyata dan tidak ada permasalahan. Akan tetapi apakah
dia bisa berejakulasi? (tentu), Apabila dia ejakulasi, maka anak tadi sudah
baligh.
[39]. Orang Yahudi itu adalah dua
orang yang melapor kepada Rasulullah SAW dengan berharap beliau meringankan
hukaman zina. Karena menurut kaum Yahudi, had zina adalah rajm bagi yang
muhshon, akan tetapi perilaku zina ini banyak dilakukan oleh para
pembesar-pembesar mereka-kita berlindung kepada Allah-. Mereka berkata :
tidak mungkin kita merajam para pembesar dan para bangsawan dan penguasa, apa
yang harus kami lakukan? Apabila ada orang berzina dari para pembesar tersebut,
mereka menaikan pasangan zina ke atas keledai dan mencoreng kedua wajahnya
dengan warna hitam dan menjadikan keduanya saling membelakangi dan mengelilingi
paar-pasar, dan inilah had bagi mereka.
Pada
saat Rasululah SAW tiba di Madinah, orang –orang meminta putusan tentang zina
kedua orang tersebut. Dengan berharap semoga Rasulullah SAW memberinya
keringanan. Akan tetapi Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajam keduanya.
Mereka menjawab : kami tidak mendapati perintah rajm dalam kitab suci kita,
kemudian mereka mengambil Taurat dan membaca ayatnya. Sedangkan si pembaca
meletakkan tangannya diatas kita Taurat yang dia baca. Pada saat itu, Abdullah
bin Salam-salah satu rahib Yahudi-berkata : angkatlah tanganmu! Kemudian
si pembaca mengangkat tangannya, maka tampaklah bahwa nash Taurat mereka
menjelaskan dan menetapkan bahwa kedua pezina itu harus dirajam apabila muhshon.
Kemudian Rasulullah SAW memerintakan untuk merajam keduanya.
Maka
lihatlah! Kaum Yahuddi berusaha menyembunyikan apa yang tertulis di dalam kitab
suci meteka, sedangkan umat islam ini melaksanakan hukum rajam meskipun tidak
ada redaksinya dalam Al Qur’an. Karena telah terhapus dan tinggal hukumnya yang
berlaku. Laki-laki yahudi diatas, pada saat Rasulullah SAW memerintahkan
merajamnya, dia melindungi si wanita pasangan zinanya dari lemparan batu,
sampai dia sendiri meninggal dan akhirnya wanita itu menyusulnya.
Jadi,
orang kafir dzimmi itu juga dikenai sanksi had rajam, karena hal ini terdapat
dalam kitab suci mereka.
[40]. Dalam salah satu redaksi
yang lain : baginya (had), sedangkan penetapan had ini lebih dekat (kepada
kebenaran).
[41]. bentuk-bentuk kemungkinan
yang sangat jarang dan tidak perlu diindahkn-Dan ini adalah pedoman kaidah yang
dipegang leh para ulama dalam permasalahan ini dan dala nash-nash syari- adalah
semisal : apabila ada nash yang dhohirnya begini, bgini, dan dimungkinkan
adanya beberapa makna yang sebaliknya, maka ambilah makna yang pertama
(dhohir). Karena asumsi kemungkna-emungkinan yang langka itu adakalanya
enelantarkan bentuk-bentk pengamilan dalil dan tidak mempunyai muatan. Hal ini
sebagaimana dokatakan : sesutau yang jarang itu tidak dapat dijadikan sandaran
hukum.
Kemudian
saya berkata : dengan adanya kemungkinan-kemungkinan yang diakuinya, dan wanita
tadi berkata sesungguhnya dia dipaksa, maka ini adalah kerancuan. Apabila di
berkata bahwa dia dipaksa, maka kita tidak menjatuhkan had atas wanita tadi.
Akan tetapi, jika tidak mengakui suatu hal yang membuatnya rancu, dan tidak
mengkui perbuatan zina serta tidak ada satupun saksi, apa pendapat kita?
Penulis menjawab : dalam kasus tersebut ada dua pendapat :pertama, dikatakan
bahwa dia tidak diberi sanksi had. Ini adalah pendapat yang popular dari
madzhab fiqh. Akan tetapi ini adalah masalah yang pelik. Maksdunya, jika ada
seorang wnaita yang mengandung/hamil setiap tahun sedangkan dia tidak punya
suami dan tuan, apa komentarmu? Kita tidak berkomentar apapun, kita mengatakan
: semoga Allah memberi berkah pada anak yang dilahirkan, dan tidak ada komentar
apapun. Ini adalah perkara yang didalamnya ada suatu keruskan yang besar.
Yang
benar adalah pendapat yang disampaikan oleh Syaikh RA, yaitu pendapat yang
diriwayatkan dari khulafaurrasyidin, bahwasanya wanita tadi dihukum had
selama dia tidak mengajukan sesuatu yang membingungkan. Apabila dia mengajukan
hal yang membingungkan, maka hadnya dihapus. Karena sesungguhnya hukuman had
itu merendahkan derajat orang muslim,
padahal yang asal pada diri orang islam adalah kemuliaan. Maka tidak boleh
menghinakannya dengan had-bukan rajam. Dan juga tidak boleh membunuhnya
dengan rajm, karena dia dimuliakan.
Adapun
redaksi "seperti kemungkinan dia berbohong" itu maksudnya
ketika dia mengaku berzina. Dan redaksi "kebohongan para saksi"
maksudnya adalah ketika ada beberapa orang yang bersaksi atas wanita tadi.
Karena penulis menetapkan perbuatan zina wanita tadi melalui 3 jalan, yaitu :
1.
dengan
para saksi
2.
dengan
pengakuan
3.
dengan
kehamilannya, apabila dia tidak mempunyai suami atau tuan. Hal ini berdasar
pendapat yang unggul. Sedangkan yang benar-sebagaimana diatas-adalah wanita
tadi dikenai had.
Redaksi
penulis yang berupa "dengan jalan meletakkan sperma di dalam
rahimnya", yaitu ketika seorang wanita hamil dan tidak mempunyai suami
atau tuan, maka menurut pendapat yang kuat dia dikenai had , adakalanya
dengan cambuk dan pengasingan atau dirajm. Sedangkan orang-orang yang berkata :
dia tidak dikenai, itu karena mereka membolehkan adanya kemungkinan dia hamil
karena diperkosa, atau dengan sengaja had meletakkan sperma (tahammul).
apa arti dari tahammul ini?
Jawabannya
: yang dimaksud dengan tahammul adalah seorang wanita mengambil sperma suaminya
kemudian meletakkan di dalam rahimnya, dan hamillah ia. Dan telah diketahui
bahwa, tidak halal bagi seorang wanita untuk meletakkan sperma orang lain
(bukan suaminya). Adapun sperma suaminya, maka diperbolehkan dengan syarat
harus dengan izin suaminya. Sedangkan budak wanita itu tidak diperbolehkan
meletakkan sperma tuannya, karena disana terdapat kemadlaratan. Sebab, jika
wanita budak tadi hamil dan menjadi umm walad (budak wanita yang
melahirkan anak tuannya), maka mau-tidak mau tuannya tadi harus membebaskan
wanita budak tadi alias dengan terpaksa. Dan muncul pertanyaan dari keterangan
ini, apakah boleh melakukan rekayasa perkawinan sperma dan ovum? Jawabannya
sebagai berikut, hal itu diperbolehkan. Akan tetapi yang bahaya di zaman kita sekarang
ini adalah hal ini sudah dilakukan oleh dokter yang terpercaya yang tidak mau
mencampur adukkan keturunan. Maka tidak layak bagi saya untuk memfatwakan hal
ini dengan mutlak. Saya mengatakan : seorang wanita, apabila mengawinkan ovum
dan sperma suaminya maka tidak apa-apa. Akan tetapi yang kita khawatirkan
adalah seperti semisal kasus seorang wanita yang mendatangi dokter dan
membayarnya, kemudian dokter tersebut memberikan sperma orang lain (bukan
suaminya), dan meletakkan dirahimnya-sekarang, kasus ini banyak ditemuan.
Karena hal ini, kami tidak berfatwa dengan hukum ini, meskipun orang lain
memakainya. Karena kami takut adanya bahaya yang muncul.
Kasus
ini terus mengalami perkembangan., para ahli-sekarang-mulai mencoba sperma
seorang suami diletakkan dirahim salah satu istrinya, kemudian setelah menjadi
zigot, dipindah kedalam rahim istri yang kedua. Masalah ini sangat
mengakhawatirkan (maksudnya, perkembangan seperti ini mengakhawatirkan).
Adapun
rekayasanya bisa dengan peralatan dan perangkat-perangkat. Akan tetapi bisa
juga dilakukan wanita itu sendiri, semisal dengan menggunakan kapas atau
lainnya, kemudian dia meletakkan sperma suaminya ke dalam rahim atau vaginanya.
Dapat
diasumsikan, bahwa seorang laki-laki itu mengeluarkan sperma tanpa keinginannya
sendiri. Bukankah laki-laki bisa mimpi basah di malam hari? Hal itu
mungkin terjadi. Tetapi saya tidak
mengetahui dengan persis, apakah sperma itu bisa mati atau dapat bertahan
hidup? Karena ini termasuk masalah di bidang kedokteran yang tidak kami kuasai.
Akan tetapi para fuqaha’ berkata : rekayassa tersebut bisa terjadi dalam berbagai situasi dan kondisi. Saya
mengatakan : akan tetapi harus dengan izin suaminya. Apabila terjadi
kejadian-sebagaimana yang saya jelaskan diatas, maka itu adalah bentuk izin
apabila si suami dalam keadaan sadar dan dia melihat istrinya melakukan
rakayasa tersbut. Akan tetapi jika diasumsikan suatu bentuk rekayasa meskipun
kemungkinannya hanya 1 %, maka tetap harus dengan syarat izin suaminya.
[42]. Dalam redaksi yang lain
dengan memakai أن, bukan أنه . sodomi (liwath) adalah hubungan dua
orng laki-laki melalui anus (dubur). Zina-sebagaimana keterangan yang lalu-
adalah perbuatan kotor melalui qubul atau dubur. Sedangkan sodomi adalah zina
dengan arti yang umum tetapi dinamai dengan khusus yaitu liwath. Ada
madzhab yang mengatakan, bahwa hadnya sodomi itu saperti hadnya
zina. Ada yang mengatakan, bukan seperti hadnya zina, maksudnya, kalau sodomi
hanya dikenai ta’zir. Saya melihat ada pendapat yang ditolak, yaitu yang
mengatakan : dalam sodomi cukup hanya dengan penolak alamiah (yang bersifat
naluri). Maksudnya, menurut pendapat ini tidak dita’zir, karena cukup dengan
perasaan alami seorang laki-laki yang tidak mau menggauli sejenisnya, dan tidak
mau digauli oleh sejenisnya. Maka –menurut pendapat tersebut-cukup dengan
perasaan naluriah seperti ini. Hal ini seperti ilustrasi, bahwa meminum kencing
itu tidak dikenai had, sedangkan minum khamr dikenai had. Karena naluri
manusia itu lebih cenderung kepada minum khamr, bukan minum air kencing. Maka
dalam hal ini, cukup dengan perasaan naluriah alamiah. Akan tetapi pedapat
seperti ini tidak dapat ditolerir/diterima.
Begitu
juga orang yang berpendapat, bahwa had sodomi dan zina adalah sama atau
dibawahnya. Ini adalah pendapat yang lemah. Karena perilaku sodomi ini-kita
berlindung kepda Allah SWT dari perilaku kotor ini-dibedakan oleh Allah
dengan zina dalam firmanNya “dan janganlah kalian semua mendekati zina.
Karena ia adalah perilaku keji” (QS. Al Isra’ : 32). Maksudnya suatu bentuk perilaku keji dari
perilaku-perilaku keji yang lain. Dalm hal ini, Nabi Luth berkata kepada
kaumnya “ apakah kalian melakukan perbuatan keji itu?” (QS. Al A’raf :
80), yang mana menunjukan atas pebuatan keji yang terbesar dan paling dibenci.
Yang “tidak pernah dilakukan oleh orang sebelum kamu di dunia ini”.
Adapun
pendapat sebagian orang “perasaan naluriah alamih itu cukup bagi perilaku
sodomi” itu adalah tidak dibenarkan. Karena ada sebagain orang yang terbalik
perasaan dan perangainya, "maka apakah seorang yang dihiasi dengan
kejelekan amalnya, itu melihatnya sebagai suatu kebaikan. Sesungguhnya Allah
menyesatkan orang yang Dia kehendaki, dan memberi pertunjuk kepada orang yng
Dia kehendai” (QS. Fathir : 8).
Kemudian,
sesungguhnya para sahabat lebih mengetahui aturan syar’at dan apa yang menjadi
kebaikan bagi hamba Allah dari pada kita. Syaikhu Islam-dia adalah orang yang
terpercaya dalam penukilannya- berkata : para sahabat sepakat dua orang
pelakunya (subyek dan obyek), baik muhshon atau ghairu muhshon. Akan tetapi
harus sudah baligh dan berakal, serta tidak dipaksa. Karena apabila dia dipaksa
melakukannya dan keterpaksannya itu terbukti. Atau adanya kerancuan yang kuat
yang mengindikasikan bahwa dia dipaksa, maka dia tidak dikenai had.
Tetapi, apakah sipelaku (subyek) itu bisa dipaksa? Ya, bisa saja. Saya pernah
mendengar bahwa sipelaku bisa saja dipaksa. Seorang pernah bercerita padaku :
sesungguhnya seorang itu bisa ssja dipaksa untuk melakukannya kepada si
pemaksa. –kita berlindung kepada Alah SWT- dia diancam “jika kamu tidak
mau, maka kamu akan saya bunuh!” Subhanallah!. Akan tetapi hal ini
terbalik sampai derajat yang paling rendah. Dalam berbagai kondisi orang yang
dipaksa, para pengikut madzhab berpendapat : bentuk pemaksaan dalam zina itu
bukanlah pemaksaan (yang sebenarnya). Mereka beragumentasi dengan bukti bahwa
seorang laki-laki yang dipaksa itu selamanya tidak dapat berereksi. Jadi,
apabila demikian, bagaimana dia bisa dipaksa? Akan tetapi perkataan ini lemah,
karena manusia yang diberi cobaan oleh Allah SWT-kita berlindung kepada Allah
SWT- dan dihiasi dengan segala sesuatu, itu biasanya mereka terpedaya. Apa yang
dikatakan wanita yang terhormat kepada Nabi Yusuf AS “dia mengunci
pintu-pintu dan berkata “kemarilah kamu kepadaku!” (QS. Yusuf : 23), “dan
sungguh dia menginginkannya dan Yusufpun menginginkannya, jikalau dia tidak
melihat tanda Tuhannya” (QS. Yusuf : 24).
Kesimpulannya,
apabila terdapat petunjuk yang menunjukan adanya bentuk paksaan, maka –baik
subyek atau obyek-tidak dikenai sanksi had.
[43]. Maksudnya, tidak dikatakan
apabila salah satunya merupakan hak milik yang lain, bahwa sang tuan tidak
dikenai hukum rajm. Karena dia termasuk orang yang dikuasai haknya. Kita
mengatakan : sebagaimana perkataaan Usman kepada laki-laki yang ingin
mengumpulkan dua orang bersaudara dalam satu ikatan pernikahan, dan dia
berdalil dengan mengatakan : ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah
Berfirman : "kecuali ada istri-istrimu atau orang yang kamu ikat
dengan sumpah/ janji" (QS, Al Mu’minun : 6). Kemudian Usman
menjawab : Untamu itu juga termasuk sesuatu yang kamu miliki. Maksudnya,
jangan kamu pahami dengan arti umum. Dan ini adalah sesuatu yang saya hafal
dari riwayatnya Usman.
Syaikhul
Islam Ibn Taimiyah menyebutkan beberapa bentuk sanksi yang dikenakan setelah
keputusan untuk membunuhnya dikeluarkan.
Yaitu :
1.
dia
dibakar. Ini adalah pendapat yang diriwayatkan dari 3 orang khalifah, yaitu Sayyidina
Abu Bakar, Abdullah bin Zubair, dan –menurut dugaan saya- Hisyam bin
Abdulmalik. Dan mereka memerintahkan
membakarnya dengan tujuan untuk memberikan pressure dalam mengatasinya.
Karena bentuk pembunuhan yang paling kejam adalah dengan membakarnya.
2.
membunuhnya
dengan pedang
3.
dengan
meruntuhkan tembok agar dia mati dibawah reruntuhannya.
4.
dengan
mengurung di tempat yang paling berbau sampai keduanya mati
5.
dinaikan
keatas tembok yang tinggi kemudian dilempar/dijatuhkan dan diiringi dengan
lemparan batu, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Allah kepada kaum Luth.
6.
dengan
dirajm
Syaikh
mengatakan : bentuk nomer 6 ini diatas dianut oleh mayoritas ulama’ salaf.
Sebagaimana balasan Allah kepada kum Luth. Maka secara dhahir, perkataan syaikh
itu menunjukan : bahwa Allah menghukum kaum Luth dengan dua jalan, dijatuhkan
kemudian dilempari atau dengan dirajam saja. Dalam masalah ini, para ulama’
berbeda pendapat, apakah Allah mengangkat kaum Luth kemudian menjatuhkannya dan
melemparinya dengan batu? Atau Allah mengirim batu dari tanah yang keras tanpa
mengangkat mereka?
Al
Quran yng mulia tidak menjelaskan bahwa Allah mengangkat kaum itu kemudian
melempatkannya, akan tetapi “ kami hujani mereka dengan batu-batu dari tanah
yang keras” (QS Al Hijr : 74) . maka kesulitannya pada ayat “maka
kami jadikan bagian atas kota itu terbalik kebawah” (QS. Al Hijr : 74).
Ulama yang tidak bependapat bahwa Allah mengangkat mereka, bahwa pada saat kota
mereka dilempari batu, hancurlah dan jadilah bagian atasnya menjadi dibawah.
Adapun kami tidak berani menetapkan apapun kecuali apa yang sudah jelas.
Kemudian dikatakan : apabila mereka diangkat kemudian djatuhkan terbalik,
apakah ada gunanya melempari mereka dengan batu-batu? Hal itu tidak ada
faedahnya dalam hal menimpakan bencana dan menyiksanya, karena mereka semua
sudah mati. Mungkin juga mereka belum mati pada saat turun di bumi. Yang jelas,
apabila ada keterangan yang shahih dari rasulullah tentang kejadian ini, maka
kami akan menerimanya.
[44]. Si penulis tidak
menyebutkan orang gila. Akan tetapi orang gila itu sama hukumnya dengan anak
kecil. Apabila salah satunya gila, maka dia dirajam. Apakah dia dikenai sanksi
atau tidak? Maka dilihat dulu, adakalanya sanksinya dengan selain pukulan,
adakalanya berupa kurungan. Karena orang gila tidak dapat dibuat jera dengan
pukulan. Akan tetapi ada manfaatnya ketika dia dikurung untuk mencegah
kejahatannya.
Syaikh
berkata : Para sahabat sepakat untuk membunuh pelakunya. Ini adalah ungkapan
beliau. Kemudian beliau berkata : dan mereka tidak berselisih mengenai
pembunuhannya. Adakah ungkapan yang lebih kuat dari ini? Maksudnya disana ada itsbat
(penetapan hukum) dan nafi (peniadaan bentuk perbedaan).
Adapun
ulama yang mengatakan : hadnya itu seperti hadnya zina. Maksudnya
dalam hal pembagian muhshon dan ghairu muhshon. Maka, bisa jadi ini adalah ijma’. Adapun ketika kami
mempunyai consensus sendiri dari para sahabat, suatu hadis dengan
sanadnya., maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak menentang hukum
tersebut.
Ada
satu pertanyaan : disana terdapat hadis dari Rasulullah SAW beliau bersabda : janganlah
kalian menyiksa dengan siksa Allah (dengan api). Apakah diterapkan
kepadanya bentuk penyiksaan atau atas
bentuk pembunuhan?. Yaitu, misalnya ketika seorang penguasa memberikan sanksi
membunuh dengan api dan bukan menyiksanya.
Jawabannya
adalah : ini adalah dhahirnya apa yang telah diakukan oleh para sahabat. Akan
tetapi sikap Ali bin Abi Tholib itu sesui dengan Ibn Abbas dalam masalah ini,
ketika dia membunuh orang yang melapor kepadanya. Mereka berkata padanya : kamu
adalah penguasa dan kalimat semisalnya, dia membunuh mereka dan membakarnya.
Ibn Abbas mengingkarinya. Kemudia Ali berkata : Ibn Umm Fadl tidak menggugurkan
bencana ini!. Perkataan ini menunjukan bahwa dia setuju. Akan tetapi Sayyidina
Abu Bakar, Abdullah bin Zubair dan Hisyam bin Abdul malik menerapkan –kalau
tidak salah-hukum yang menunjukan , apabila pemberian penderitaan itu lebih
keras dengan jalan membakarnya, maka tidak apa-apa. Dan ini bukanlah suatu
bentuk penyiksaan, melainkan pembunuhan dengan cara membakar.
Berdasarkan
keterangan diatas, sesuai dengan sanksi bagi sodomi, sesungguhnya wajib
membunuh subyek atau obyek dengan syarat keduanya harus baligh, berakal dan
tidak terpaksa. Dan tidak perlu ditanyakan apakah muhshon atau tidak.
Saya
mengatakan : berdasarkan hal itu, dan berdasarkan nikmat yang telah diberikan
oleh Allah kepada hambanya di zaman akhir ini : maka wajib mewaspadai dan
menghindari dari perilaku tercela ini. Dengan jalan menjaga generasi muda kita
dengan baik dan sempurna. Dengan melihat dengan siapa mereka berteman? Dengan
siapa mereka keluar? Dengan siapa mereka pulang?. Jangan sampai kita mencampur
adukan anak yang masih kecil dengan anak yang hampir baligh atau dengan yang
sudah baligh dan dewasa. Karena problem ini sangat mengakhawatirkan. Sedangkan
syetan itu mengalir dalam diri anak Adam seperti mengalirnya darah. Banyak
orang berkata : saya jauh dari perilaku ini dan perilaku ini adalah perilaku
yang hina. Akan tetapi –jangan lupa- syetan senantiasa terdapat dalam dirinya
sampai dia mengiringnya melakukan perbuatan ini –kita memohon perlindungan
kepada Allah. Adakalanya sebagian atau mayoritas kalian semua tidak mempunyai
anak dalam usia ini, akan tetapi waspadai teman-temanmu. Ingatkan mereka agar
tidak melepas anak-anak mereka pergi kemana saja mereka suka dan pulang kapan
saja. Karena problem ini sangat berbahaya. Kenikmatan dan keamanan telah
sempurna, dan segala sesuatu menjadi mudah. Betapa bijaksana bait syair yang
mengatakan :
Sesungguhnya masa muda, waktu kosong dan sifat yang baru
Itu adalah kerusakan bagi seseorang dengan segala bentuk
kerusakan
Maksudnya
adalah kerusakan yang besar adalah masa muda, kekokosongan dan kecukupan. Waktu
senggang tidak ada kecuali dengan rasa aman dan ketiganya itu ada di masa
sekarang ini. Segala puji bagi Allah dan wajib bagi kita berhati-hati dari
problem ini.
Ada
pertanyaan: apakah menyetubuhi istri melalui dubur itu termasuk sodomi/liwath?
Jawabannya, itu tidak termasuk sodomi dan juga bukan dalam hukum sodomi,
perbuatan tersebut dikenai ta’zir, apabila dia tahu hukumnya dan mengulanginya.
Syaikhul Islam Ibn taimiyah berkata : wajib bagi kita untuk memisahkan suami
istri tersebut karena seringnya melakukan perbuatan itu.
[45]. Potongan dari buku ini
menunjukan bahwa Syaikhul Islam berpendapat, bahwa sanksi bagi peminum arak
adalah had. Dan inilah pendapat mayoritas ulama’ : sanksi minum arak
adalah had yang waib dilaksanakan, dan bukan ta’zir yang dikembalikan
pada ijtihadnya pemimpin.
Kemudian
beliau menceritakan, bahwa sesungguhnya had minum arak itu telah ditetapkan
berdasarkan sunah Rasulullah SAW dan Ijma’ kaum muslimin. Apabila maksudnya
adalah bentuk asal pemberian sanksi, maka hal itu benar. Tidak mungkin membiarkan peminum arak tanpa
adanya sanksi. Akan tetapi apabila maksudnya adalah had yang ditentukan sebagaimana
hadnya zina dan had pembunuhan, maka didalamnya ada satu pertimbangan dan
didalamnya tidak ada ijma’, sebagaimana yang akan kita uraiakan nanti.
Kemudian,
hadis yang beliau jadikan dalil adalah bersifat mutlak, yaitu “barangsiapa
yang minum arak, cambukla dia”, beliau tidak menyebutkan 40, 80, 100 atau
200 kali. Ini adalah bentuk cambukan yang mutlak, sebagaimana para sahabat
melakukannya. Pernah didatangkan dihadapan Rasulullah SAW seorang peminum arak,
kemudian beliau memukulnya dengan sandal dan pelepah kurma, ujung baju dan yang
lainnya. Maksudnya, tidak diserahkan kepada pemipin untuk dibatasi dan dihitung
bentuk hukumannya Akan tetapi, setiap orang yang minum harus dipukul. Dan
karena hal inilah, dipakai redaksi dalam hadis : mencambuk sekitar kurang
lebih 40 kali. Adapun Sayyidina Abu Bakar RA, itu pernah mencambuk sebanyak
40 kali, bukan dengan redaksi “beliau membatasi dengan hitungan kurang lebih
40 kali”, akan tetapi dengan redaksi “mencambuk sebanyak 40 kali”.
Pada
saat kebiasaan minum arak ini banyak terjadi di masa khalifah Uma RA, karena
banyaknya manusia yang masuk islam. Mereka adalah orang baru terlepas dari
kekafiran, maka banyak kasus minum arak ini. Kemudian para sahabat berkumpul
dan bermusyawarah apa yang dilakukan?Abdurrahman bin Auf berkata : ”Wahai
Amrul mukminin!had yang paling ringan adalah 80 kali”maksudunya, jadikan
had minum arak ini seperti had yang paling ringan, yaitu 80 kali. Dan ini jelas
bahwa sesungguhnya bukan had.
Pertama,
kalau itu memang had, maka niscaya Umar tidak akan mengajak mereka bermusyawarah
untuk menambahnya. Dan tidak ada yang membolehkan bagi mereka dan selainn mreka
menambahi apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan RasukNya.
Kedua,
sesungguhnya Abadurrahman bin Auf berkata : ”had yang paling rngan adalah 80
kali”. Hal ini menunjukan bahwa cambukan sebanyak 40 kali pada masa
Rasulullah SAW, itu bukanlah had. Jika 40 kali itu adalah had, niscaya had yang
paling ringan adalah 40 kali. Kemudian Ali menyebutkan, bahwa beliau tidak
memberikan had kepada seseorang , sampai mati dan dalam dirinya menanggung
sesuatu hal kecuali peminum arak. Ali RA berkata : sesungguhnya Rasulullah
SAW tidak mengaturnya, maksudunya adalah beliau tidak membatasi dan
menentukan ukurannya. (hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhori, no. 6778,
Muslim, no. 1707, Abu Dawud, 4486 dan Ibn Majah, no. 2569)
Karena
inilah, menurut saya yang benar adalah sanksi bagi peminum arak itu bukan had.
Akan tetapi tidak boleh kurang dari 40 kali. Sedangkan jumlah tambahannya itu
bisa sampai 60, 80 dan 100 menurut
ukuran yang membuat bisa jera pelakunya.
Kemudian
penulis menunjukkan pada hadis tentang bentuk (hukuman) bunuh. Apakah si
peminum tadi dibunuh?. Beliau berkata : menurut ulama, hukum itu sudah dihaps,
yaitu yang ditunjukan oleh redaksi hadis “kemudian apabila pada keempat
kalinya dia minum lagi, bunuhlah dia”. Berapa kali dia harus dikenai sanksi
cambuk? Jawabannya, 3 kali, karena barang siapa yang minum arak, cambuklah dia,
apabila dia minum lagi, cambuklah. Apabila minum lagi, cambuklah. Inilah 3
sanksi cambukan dan yang keempatkalinya adalah dibunuh.
Hadis
ini diperselisihkan oleh para ulama, apakah hadis ini mansukh atau bisa
dijadikan hukum? Adz
Dzahiriyah-diantaranya Ibn Hazm berpendapat : bisa dijadikan hukum. Dan apabila
sudah dikenai sanksi 3 kali cambuk dia belum jera, maka dia adalah dasar yang
rusak. Dan lebih baik baginya dibunuh, agar tidak bertambah kemaksiatannya
kepada Allah SWT. Jadi wajib dibunuh. Dalam hukum ini ada bentuk malapetaka
bagi pelaku dan efek jera bagi orang lain. Mayoritas ulama’ mengatakan : hadis
ini telah dinasakh.
Akan
tetapi penasakhan hukum memerlukan dua hal wajib, yaitu : pertama,
adanya kesulitan untuk mengkompromikan. Yang kedua, adanya pengetahuan
tentang sejarah. Apabila tidak, maka setiap orang akan mengalami kesulitan untuk
mengkompromikan dua dalil. Beliau berkata : hadis ini dinasakh, maka harus ada
hal yang memperbolehkan naskh, yaitu : sulitnya mengkompromikan dan mengetahui
sejarah. Kalau demikian, dimana kita berada dalam hal ini?
Orang
yang mempunyai kebiasaan minum arak itu tidak ada dalil dari para sahabat yang
menunjukan bahwa mereka membunuhnya.
Sebagaian
ulama’ berkata : hadis itu dinasakh dan dia tidak dibunuh. Walaupun dia minum
seribu kali atau dicambuk seribu kali pukuln, kita tidak membunuhnya dan
sahabatpun tidak ada ynag membunuhnya. Sebagaimana dalam kisah Umar RA. Mereka
hanya menambah lebih dari 40 kali pukulan.
Syaikul
Islam memilih madzhab yang moderat. Beliau mengatakan : dia dibunuh pada
keempat kalinya, apabila orang-orang tidak dapat mengehentikan kebiasaan minum
arak tanpa dengan hukuman dibunuh. Yakni, apabila orang-orang tidak mampu
menghentikannya kecuali dengan membunuhnya pda kali keempat, maka dia haru
dibunuh. Dan pembunuhan itu dijadikan
sebagai bentuk ta’zir. Akan tetapi itu adalah ta’zir yang wajib, apabila
orang-orang tidak dapat mencegah kecuali dengan solusi itu.
Syaikhul
Islam menuturkan bahwasanya-dengan alasan yang moderat- ketika orang-orang
tidak dapat menghentikannya kecuali dengan membunuhnya, maka dia dibunuh pada
kali keempat sebagai bentuk ta’zir. Hanya saja beliau bependapat bahwa
mencambuk peminum arak adalah had. Maka, bagaimana bisa pembunuhan itu bentuk
tazir, sedangkan cambuk adalah had?
Jawabanya
adalah, berdasarka hadis diatas, jika kita mengatakan bahwa hukuman cambuk
adalah had, maka seyogyanya bagi kita untuk mengatakan bahwa pembunuhan juga
adalah had. Akan tetapi, batasannya, ketika orang-orang sudah tidak dapat
menghentikannya, maka had ini berubah menjadi ta’zir.
Dan
Syaikhul Islam melihat bahwa, sanksi minum arak adalah had, dia juga
melihat bahwa, si peminum dibunuh, apabila dia sudah tidak dapat dihentikan
kecuali dengan membunuhnya. Maka hal ini termasuk dalam bab ta’zir. Sedangka
ta’zir sendiri itu sendiri sangat luas.
Adapun
tentang perkataan syaikul islam, tidak diragukan lagi bahwa dia tidak keluar
dari ijma’. Karena itu adalah suatu bentuk batasan (qoyid). Maka berpendapat
demikian, itu adalah sebagaian pendapat orang yang mewajibkan membunuh.
Sedangkan kondisi yang tidak wajib didalamnya membunuh itu termasuk dalam
pendapat orang yang berpendapat bahwa dia tidak dibunuh. Dan yang lebih
mendekati kebenaran adalah apabila si peminum sudah tidak dapat dihentikan lagi
kecuali dengan dibunuh, maka dia di bunuh.
Akan
tetapi, yang sangat disayangkan , wahai saudaraku! Dibeberapa negara islam –wallahu
a’lam-ditemukan bahwa minuman arak diminum dengan terang-terangan,
apakah berita ini benar dan valid?
Maksudunya : meeka berkata : arak dijual di pasar-pasar dan ditaruh di
lemari-lemari pendingin minuman!-saya berlindung kepada Allah.
Seorang
pembaca mengatakan : saya-Ya syaikh!- melihat dengan mata kepala saya sendiri,
di negera Syam, arak dijual diberbagai tempat. Syaikh bertanya : apakah orang
yang berbuat demikian itu menghalalkan arak atau mengharamkannya? Jawabannya :
tanpa diraukan lagi, mereka pasti menghalakannya bagaimana mereka mentolerir hal semacam ini
bahkan di pasar mereka memberi keringanan akan hal ini kalau mereka tidak
menganggapmya sebagai sesuatu yang halal? Jika mereka mengharamkannya, niscaya
mereka tidak akan melakukan hal tersebut.
Para
ulama’ menuturkan ,bahwa apabila ada orang yang menganggap arak itu adalah
halal , maka dia adalah kafir. Kecuali mereka orang yang baru dalam agama islam
dan dia tidak hidup dan besar di negara Islam, maka hal tersebut bisa
dimaklumi. Akan tetapi orang yang hidup dan tumbuh di Negara Islam, sedangkan
dia pernah membaca hadis, mendengarnya dari para ulama, kemudian mengatakan : arak
itu halal, maka tidak diragukan lagi, dia sudah kafir. Dan fenomena tersebutu
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : sungguh nanti ada sebagian dari umatku
yang menghalalkan zina, sutera, arak dan alat
musik yang berdawai banyak (hadis shahih yang diriwayatkan oleh
Bukhori, no. 5590).
Para
ulama mengatakan : orang-orang kafir dzimmi itu harus mencegah munculnya arak,
dia sendiri, kalau kami dapati ditangannya ada sekaleng arak maka akan kami
cegah dia (meminumnya). Akan tetapi jika dia sendiri meminumnya, bagaimana kita
menjualnya?.
Mengenai
masalah penghalalan. Apakah mereka menjadi kafir (jika mengahalalkannya)? Ya,
tapi hanya untuk orang-orang muslim, bukan orang kafir (karena mereka memang
sudah kafir).
(Ada
suatu permasalahan) semoga Allah memberimu kebagusan, saat sekarang kita
mendengar banyak sekali dari rekan-rekan kita, apalagi rekan aktifis pergerakan
dan lainnya, tentang maraknya pabrik industri minman keras diberbagai tempat.
Apalagi di kawasan perindustrian yang banyak sekali pekerja ny dari luar.
Maksdunya, kadang diamati, pada saat yang sama kita berusaha untuk mnereapkan
aturan sanksi minum arak ni, sedangkan peredaran minuman keras sudak mereba
kemana-mana.
Jawabannya,
saya sudah sering menuturkan pendapat syaikhul islam-dan ini adalah yang paling
mendekati kebenaran-, yaitu apabila masyarakat sudah tdiak dapat mencegah orang
yang sudah dienai sanksi cambuk sebanyak 3 kali kecuali dengan membunuhnya,
maka dia harus dibunuh. Semoga disana ada usaha untuk menerapkan aturan ini dan
semoga Allah memberika akhiran yang baik.
[46]. Ini juga merupakan
penambahan terhadap 80 kali cambukan . beliau menabah pengaingan dan
menggunduli kepalanya. Dan ini merupakan kesulitan tersendiri bagi manusia
dalam keterangan sebelumnya. Dulu orang-orang memelihara rambutnya dan tak ada
seorangpun yang menggundul habis rambutnya. Akan tetpai penggundulan ini
merupakan sanksi yang kemudian menjadi ta’zir bagi maeeka. Begitu pula halnya
dengan pengasingan.
[47]. Dalam redaksi yang lain :
si peminum diasingkan disertai 40 kali cambukan dengan tujuan memutus jatahnya.
[48]. Radksi “dita’zir” itu lebih
tepat khobarnya adalah redaksi “agar jatahnya terputus”. Maksudnya pabila gaji
pemerintahnya beupa jatah roti, maka diptong. Dalam redaksi yang lain, diapaki
redaksi “diasingkan (ghurriba bukan ‘Uzzila) yang khobarnya –yang lebih tepat-
adalah redaksi “agar jatah rotinya terpootng”..
[49]. Akan teapi ada pandangan :
apakah yang dimaksud dengan sesutau yang memabukan itu? Apakah ia setiap
sesuatu yang menutup akal? Ataukah yang lain? Sesutau yang memabukan adalah
setiap barang yang dapat menutup/menghilangkan akal. Akan tetapi ada batasan
yang disandarkan kepadanya. Yaitu, unsure lezat dan menynangkan.
Setip
sesuatu yang menutup akal dengan bentuk yang lezat dan menyenangkn itu adalah
sesutau yang memabukan. Adapun sesuatu yang menutup akal dengan jalan seperti
ketidak sadaran (seperti orang yang tidak sadar), itu tidaklah dinamakan khamr.
Karena inilah orang tidak merasakan kenikmatan dan tidk menyukainya ketika
mengkonsumsinya. Ukran maksimalnya diamenghangatkan menenangkan urat
syuaraf.
[50]. Allahu Akbar! Lihatlah
hikmahnya! Rasulullah SAW melarang sebagaimana dlam hadis tentang utusan Abdul
Qais-batu/kayu yang diukir, benda yang dilapisi tir. Dan memerintahkan mereka
mencapurnya dalam wadah bejana, maksudnya wadah geriba, knapa? Apabila mereka
mencampurnya dalam wadah geriba dan muncul dalam campuran tersebut kandungan
arak, maka geriba itu akan menggelembung dan pecah. Dan pada saat itu,
diketahui kalau ia telah memabukan. Adapun wadah yang tersebut diatas, ia
adalah wadah yang keras, maka tidak pecah. Adakalnya dalm campuran ini da
unsure yang memabukan, sedangkan hal ini tidak dirasakan oleh manusia.
[51]. Akan tetapi, perlu
diketahui, bahwa ketika dia memabukan , maka walaupun dikonsumsi cuma setetes
dan dia tidak mabuk, maka hukumnya haram.
Adapun
sabda rasulullah SAW "setiap sesuatu yang memabukan dalam jumlah
banyak, maka jumlah sedikitnya juga haram" itu maknanya adalah,
apabila ada minuman yang memabukan, maka baik sedikit atau banyak, itu hukumnya
haram. Adapun ketika dia banyak, maka hukumnya jelas, karena dia memabukan.
Kalau sedikit, maka dia dianggap sebagai sesuatu yang mendorong orang untuk
meminum dalam jumlah banyak. Karena manusia terkadang tidak dapat menguasai
dirinya pada saat minum. Sehingga dia terjerumus dalam sesuatu yang memabukan.
Adapun sesuatu yang tercampur khamr akan tetapi tidak berpengaruh pada
rasa, bau, maka dia bukan termasuk yang diharamkan. Sebab rasulullah SAW pernah
bersabda : "Air itu menyucikan, dan tidak dapat dinajisi dengan apapun
kecuali sesuatu yang dapat mengalahkan rasa warna dan baunya." Maka,
sebagaimana najis yang masuk kedalam air dan tidak merubahnya, maka hukum airnya tetap menyucikan. Dapat digunakan
untuk berwudlu dan diminum, meskipun sudah tercampur najis. Begitu pula sesuatu
yang telah bercampur dengan khamr, apabila tidak mempengaruhi/merubahnya.
Makna
diatas bukanlah sebagaimana makna yang dianggap oleh sebagian orang dalam teks
hadis diatas. Diantara keduanya (khamr yang sedikit atau banyak dengan khamr
yang bercampur) ada perbedaan yang sangat jelas. Karena sesuatu yang tercampur
dengan khamr tadi, itu tidak dapat memabukan meskipun diminum satu wadah penuh.
Sebab dia telah lenyap dan rusak unsurnya ketika bercampur dengan sesuatu tadi.
Dengan ini, kita dapat mengetahui, bahwa sebagian obat-obatan dari alkohol itu
tidaklah haram. Karena apabila sampai pada manuisa meminum salah satu dari
obat-obatan tersebut, maka dia tidak akan sampai memabukannya.
Perkataan
syaikh dari sebagian ahli fiqh : "para sahabat memberikan rukhshoh dalam
hal minum bermacam-macam minuman, apakah yang dimaksud disana adalah minuman
yang memabukan yang bukan dari anggur dan kurma? Ini adalah perkataan beliau
yang jelas.
Ada
pertanyaan, apa yang dimaksud dngan air perasan atau campuran menurut para
ulama' yang menentang? Jawabannya adalah, air itu adalah air yang diambil dari
selain anggur dan kurma. Karena mereka melihat khamr hanya terdapat
dalam anggur dan kurma saja. Sedangkan yang lainnya, boleh kamu peras/ambil
sarinya dan kamu minum dan tidak apa-apa atas kalian. Apabila air tersebut naik
menjadi keras unsurnya, mereka meminumnya. Sedangkan saya tidak menduga kalu
mereka meminumnya, meskipun memabukkan.
Ada
pertanyaan, apabila ada minuman yang tidak memabukan kecuali dibiarkan selama 3
hari. Dan telah diketahui, bahwa apabila dibiarkan 4 hari maka ia dapat
menghilangkan akal. Maka, apabila ia diminum setelah 3 hari dan sebelum 4 hari
tidak menghilangkan akal, tetapi…
Jawabannya,
selamanya hukumnya tidak boleh. Apabila air perasan itu memabukkan, maka tidak
boleh diminum. Apabila ia sampai batas memabukan, maka hukumnya boleh, meskipun
lezat tetapi tidak memabukan. Jika disuguhkan kepadamu minuman yang sekarang
manis asam dan wangi, dan ia memuai/memanas, maka apapun kondisinya, yang
dianggap ukuran dalam hukum adalah sifat memabukannya.
[52]. Ini adalah bentuk kerancuan
dalam beberapa segi, yaitu masalah yang kita alami ketika ada wanita yang
hamil, sedangkan dia tidak punya suami dan tuan. Dalam hal ini, Syaikhul islam
menuturkan pendapat yang berlainan dengan para ulama'. Dan berikut ini adalah
kerancuan dalam beberapa segi, ada seseorang –misalnya-berusaha memuntahkan
khamr, kemudian dia muntah dan kita mencium bau muntahannya tersebtu. Danm ituu
adalah khamr. Kita berpendapat : kita tidk mencambuknya. Karena adanbya
kemungkinan dia tidk tahu kalau itu adalah khamr, atau dia dipaksa atau yang
semisalnya. Akan tetapi kita berpendapat dengan pemdapat yang ma'tsur dari para
khulafaurrasidin : pada asalnya, wahib menjatuhkan sanksi atsnya sampai ditemukan
sesuatu yang mencegahnya. Kenapa demikian/ karena sebab (penjatuhan sanksi) itu
ada. Dan apabila sebab telad ada, maka pada asalnya yaitu meneruskan musabab.
Karena sesbab inilah, seorang bapak mewarisi anaknya ketika sang anak
meninggal. Dankita tidk mengatakan adanya kemungikan adanya perbedaan agama
keduanya, sementara perbedaan agam merupakan mani'(hal yang mencegah terjadinya
suatu hukum).]
dalam
permasalahan ini, saya berpendapat : kita menjatuhkan kepadanya hukum had.
Sedangkan kemungkinan adanya dia itu dipaksa atau tidak tahu merupakan mani'.
Selama sebab ada, maka konsekuensinya harus dilaksanakan. Dan apabila ditemukan
mani', dan kita telah nytakan pada saat itu, maka kita mencegah hukum itu.
Karena inilah, apa yang dilakukan oleh para khulafaurrasyidin dan sahabat itu
sesuai dengan kaidah ushuk dalam syari'at, yaitu : pada asalnya tidak adanya
penghalang )mani'). Dan apabila ditemukan sebab, maka konsekuensi dari sebab
itu harus kita laksanakan,kecuali kalau ditemukan pengahalang.
[53]. Dalam redaksi yang lain
"berasal dari daun pohon rami (alqunbu)". Dia adalah sejenis
tanaman yang diyakini sebagai asal dari hasis. Sekarang banyak ditanam di daerah
Lebanon. Kita tidak dapat mencari kebenaran, apakah penulis menulis dengan
tangannya redaksi "daun anggur", jika kita bisa mencari
kebenarannya, mka tidak ada kesulitan. Yang penting hasis ini dapat dibuat dari
daun anggur sebagimana dapat dibuat dari daun rami. Dan tidak diperlukan tarjih
antara keduanya. Pembahasan yang panjang tentang keduanya tidak perlu
dilakukan.
[54]. Perincian dalam ketiga
pendapat diatas berdasarkan bahwa pada asalnya, khamr itu najis. Adapun pendapat
yang unggul menurut saya, sesungguhnya khamr itu suci dan tidak najis.
Berdasarkan hal itu, maka terlebih lagi hasis (jelas dia suci). Sedngkan
kaidahnya mengatakan bahwa setiap barang najis adalah haram dan tidaklah setiap
yang diharamkan itu najis. Dalil-dalil juga menunjukan atas tidak najisnya
khamr, yaitu :
1)
Pada
asalnya suci kecuali ada dalil (kenajisannya). Ini adalah dalil rumusan yang
dapat dihilangkan. Jadi kalau kita bependapat : dia tidak najis, maka dalil
yang menjiskannya?
2)
Dalil
–dalil asli. Karena pada saat khamr diharamkan, manusia tidak diperintahkan
untuk membasuh wadah-wadah mereka yang terkena dan mereka menumpahkannya di
jalan-jalan. Apabila najis, tentu merka tidak akan menumpahkannya. Karena tidak
boleh menumpahkan barang najis di jalanny kaum muslimin . dan bahwasanya
dijelaskan dalam shshihnya Imam Muslim,
ada seorang laki-laki yang membawa sebotol khamr dan dihadiahkan kepada
rasulullah SAW. Kemudian beliau berkata "sesungguhnya (khamr ini)
diharamkan". Seorang sahabat yang duduk menghibur laki-laki tadi dan
berkata "jual saaja khamr itu". Rasululah SAW berkata : apa yang kamu
beritakan padanya?". Dia menjawab "saya berkata padanya
"juallah". Beliau menjawab "sesungguhnya Allah ketika menghramkan
sesuatu, maka Dia mengaharamkan harganya".(hadis shahih, diriwayatkan
oleh muslim, no. 1579, Nasaa'I, 7/307) Kemudia laki-laki tadi membuka utup
botol tadi dan menumpahkannya. Dan beliau tidak berkata padanya
"basuhlah", dimana beliau akan menggunakannya. Kejadian ini
menunjukan bahwa khamr tidak najis. Akan tetapi menghindarinya tentu lebih
baik. Maksdunya, apabila seorang menyucikannya tentu lebih baik , akan tetapi
hal ini tidak wajib.
Beliau
tidak melarang penggunaan tempat –tempat arak setelah ditumpahkannya. Beliau
hanya mencegah jual belinya. Ketika beliau bersabda "sesungguhnya Allah
mengahramkan jual beli khamr, bangkai, babi dan berhala", para sahabta
bertanya " Wahai Rasulullah SAW, apa pendapat anda tentang lemak bangkai
yang digunakan menambal kapal dan untuk mengolesi kulit?" beliau menjawab
"tidak, dia haram" (hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhori, no.
2236, Muslim, no. 1581, Abu dawud, no. 3486, Tirmidzi, no. 1297, Nasa'I, 7/309,
dan ibn majah, no. 2167) . Maka apa yang haram? Tentu jual belinya. Karena
hadis itu berbicara mengenai jual beli. Karena inilah, diperbolehkan menmbal
kapal dan mengolesi kulit dengan lemak bangkai.
Adapun hasis dilihat dari
pengahramannya itu sebagaiman perkataannya Syaikhul islam. Karena inilah, saya
menduga, sekarang dunia ibnternasional memerangi hasis lebih gencar dari pada
minuman keras atau tidak? (tentu ya). Karena dalam hasis tersebut ada unsur
yang mampu menjadikan (orang) diluar kesadaran. Dunia internasional
memeranginya lebih gencar karena dia lebih merusak daripada minuman keras.
[55]. Menurut saya, semua hadis
dan atsar ini sudah sangat jelas dan tidak perlu untuk diberi keterangan
tambahan lagi.
[56]. Apakah ancaman ini
ditujukan bagi orang yang minum khamr, meski dia sudah bertobat?
Jawabannya
adalah : taubat itu mengahapus dosa yang lalu, sebab firman Allah SWT : “sesunngguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya” (QS. Az Zumar : 53). Apabila syirik,
zina dan membunuh jiwa saja diampuni oleh Allah SWT, maka begitu juga minum
khamr dan sebgainya.
[57]. Maksudnya dijadikan lauk
pauk, pendamping makanan pokok . orang-orang sekaranmg mencelupkan roti kedalam
khamr, kemudian memakannya. Maka apakah bentuk seperti ini dinamakan “minum
khamr” ataukah “makan khamr”? jawabnya adalah dia makan khamr.
Sebagaimana
hasis tu juga bisa dilarutkan dan dijadikan minuman. Maksud redaksi “setiap
khamr itu bisa dimunum” adalah dia bisa diminum atau bisa juga dimakan.
Bagaimana khamr bisa dimakan? Dengan menjadikannya lauk. Sedangkan khamr yang
telah beku itu bisa dicairkan dan diminum. Syaikhul islam Ibn taimiyah
bermaksud menolak orang yang mengatakan : sesungguhnya hasis itu bukan khamr
karena dia tidak dapat diminum. Beliau bertanya : apabila khamr dijadikan
lauk/pendamping makanan, kemudian ada roti yang dicelupkan kemudian dimakan,
apakah kamu menganggapnya khamr? Orang itu pasti akan menjawab : ya. Jadi dia
tetap khamr meskipun dimakan.
Apabila
hasis itu dilarutkan dalam air kemudian diminum, apakah dia tergolong khamr?
Mereka pasti menjawab : ya. Jika begitu, apa bedanya hasis tadi larut dengn air
liur di mulut dengan larut dalkam air di suatu wadah? Yag tepat adalah sabda
Rtasulullah dimana beliau menagtakan : “setiap yang m,emabukkan itu adalah
khmar dan setiap khamr itu haram”
[58]. Sekarang banyak sekali
barang-barang yang memabukkan yang belum dikenal pada zaman nabi SAW. Yaitu
yang sekarang dikenal dengan alkohol. Barang ini belum dikenal pada masa nabi
SAW. Dikatakan : sebagaian manusia itu bisa mabuk ketika mencium cat yang ada
di tembok atau di pintu, atau selainnya. Apabila menciumnya dapat membaukan,
maka tidak berbeda (hukumnya. Rasulullah SAW mengataka : setiap m,emabukan”,
baik yang yang bisa dimakan, diminum atau dicium.
[59].dalam pembahasan ini, al
ihshon diperselisihkan. Allah berfirman : dan orang-orang yang menuduh
wnaita –wanita yang terjaga, dan mereka tidak mendatangkan 4 saksi, maka
cambuklah ia 80 kali cambukan (QS. An Nur : 4). Siapakah yang
dimaksud muhshon dalam bab tentang tuduha zina ini? Syaikhul Islam berkta : ia
adalah orang yang merdeka. Maka dikecualikan seorang hamba, jadi apabila ada
seorang yang menuduh hamba-meskipun dia seorang yang shalih- berbuat zina (dan
tidak mendatangkan 4 saksi), maka orang tersebut tidak wajib dikenai had ini.
Para ulama’ membei alasan hukum tersebut, bahwa seorang hamba itu tidak terkena
aib sebagaimana aibnya orang merdeka. Karena inilah, had zina bagi seorang
budak adalah setengah ha zina oang merdeka. Karena aib yang terdapat dalam
dirinya tidak seperti aibnya orang yang merdeka.
Sedangkan
dzahirnya redaksi penulis “orang merdeka dan yang menjaga dari dosa” menunjukan
tidakdisyaratkannya baligh. Dan memang seperti itulah (kebenarannya).
Secara
dzahir juga, tidak menunjukan harus berakal. Dan ada yang mengataka demikian.
Akan tetapi mayoritas ulama’ berpendapat : dia harus berakal. Akrena orang gila
itu tidak tbisa terkena aib. Juga tidak bisa dikatakan bahwa dia berzina.
Adapun pendapat yang kuat : berakal itu disyaratkan. Apabila seseorang menuduh
zina orang gila, maka hal itu tidak apa-apa.
Sedangkan
tentang baligh, para ulama’ berkomentar : menuduhny berbuat zna tu tidak wajib
dikenai had. Karena anak yang masih kecil itu juga tidak terkena aib-sebagaiman
kebiasaan yang berlaku dalam bermain-mainnya anak-anak. Adapun salah satu madzhab
mengatakan : tidak disyaratkan baligh\, sehingga apabila ada seorang yang
menuduh anak yang berumur 10 tahun, maka orang tadi dituntut untuk mendatangkan
saksi.apabil dia tidak mampu mendatangkan saksi, maka dia dikeanai had tuduhan
zina ini.
Adapun
dalam pemabhasan tentang zina, dia mengatakan : (yaitu) orang yag telah
melakukan hubunga seks dalam iktan pernikaha yang sempurna, dan telah
disebutkan syarat-syarat didepan.
Pendapat
yang kuat tentang baligh adalah bahwa dia dijadikan syarat. Terkadang dibedakan
anatara antara seorang remaja yang mendekati usia baligh ddengan anak yang
masih berumur 6 atau 7 tahun. Apabila dia diruduh zina, maka tidak boleh
membantah penudunya, dan penuduh tidak boleh mempermainkan anak tadi.
[60] Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah RA menyebutkan macam-macamn pekerjaan yang mendapat ta,zir
atasnya, bab takzir ini adalah bab yang luas tentang hukumnan dan ketentuannya
sebagaimana maksiat, Syaikhul Islam berkata: (Adapun bentuk-bentuk maksiat yang
tidak ada ketentuan hadnya dan kaffaratnya) maka apabila ada ketentuan hadnya maka jalan
penyelesaianya adalah jalan hudud, begitu juga yang ada kafaratnya maka
penyelesainnya dengan kagfarat seperti menyetubuhi orang yang lagi haid,
bersetubuh pada siang hari di bulan Ramadan, dan lain lain yang mendatangkan
kafarah atas takzir. Berkata: (mencium anak kecil, wanita lain (bukan mahram),
atau bercumbu tanpa jimak), ini tidak dimaksudkan bahwa mencium anak kecil
tidak untuk syahwah atau bersenang-senang, seperti mencium anak kecil yang
tidak ada perasaan kecintaan, tidak untuk untuk istimta’ (bersenang-senang),
ini tidak mendapatkan takzir, tetapi ini termasuk masalah kasih saying terhadap
anak kecil.
Mencium wanita lain (bukan
mahram) maka harus ditakzir
[61] Pertanyaan:
perkataan “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang
mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam” Apakah dapat difahami dari
ayat ini bahwa sesungguhnya jihad lebih apdol dari hajji? Dan sesungguhnya Nabi
SAW telah bersabda: “Barang siapa yang mengerjakan haji dengan tidak berbuat
atau berkata yang tak senonoh, maka keadaannya setelah selesai hajinya seperti
ketika dilahirkan dari perut ibunya (tanpa dosa)”. Nabi tidak pernah mengatakan
yang demikian itu pada masalah jihad”.
[62] (dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka),min lit ta’lil yang berarti karena
akan melahirkan kemiskinan. Dan frmannya: “kami akan memberi rezki kepadamu
dan kepada mereka” dan dalam surat al-Isra’ dijelaskan “(dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan
memberi kepada mereka dan rezki kepadamu “ Dimulainya dengan penyebeutan
rizki orang tua pada surat al-An’am, dan rizki anak pada surat al-Isra’, karena
orang tua dalam surat al-An’am mereka membunuh anakknya akibat kefakiran, dan
dibutkan permulaannya dengan menyebut rizki mereka karena mereka fakir. Adapun
dalam surat al-Isra’ mereka tidak membunuh anak-anaknya karena kefakiran tapi merek
kaya, akan tetapi mereka hawatir dengan kefakiran maka dimulai penyebutannya
dengan rizki anak-anak, ini termasuk bagian dari fasohah dan balagah al-Qur’an,
yang diturunkan pada tiap orang yang mempunyai hak pada tempat yang memang
haknya.
Dan
dalam firmannya: “Dan sempurnakanlah timbangan dengan adil”, kenapa Allah
mewajibakan bersifat adil, dia berfirman (kami tidak akan membebani seseorang
kecuali sebatas kemampuannya), kenapa? Karena manusia kadang-kadang menghilangkan sesuatu duidalam menyempurnakan
timbangan, akan tetapi tanpa ada usaha, maka firman-Nya: “kami tidak akan
membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya”
0 komentar:
coment after read! and comment with ethic!
habis baca jangan lupa comment! comment dengan etika